Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman mengatakan bahwa jika DPR menolak Perppu Pilkada yang dikeluarkan Presiden SBY awal Oktober lalu terkait UU Pilkada yang telah disahkan DPR, maka tidak akan ada kekosongan hukum.
Menurutnya, isu apakah Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) akan ditolak atau diterima DPR tidak perlu dikhawatirkan sebagaimana yang menjadi keresahan publik. Pasalnya, sudah ada UU No.22/2014 tentang pemerintah daerah dan UU No.23/2014 tentang Pilkada.
“Jadi, tak ada yang namanya kekosongan hukum Pilkada. Apalagi pengeluaran Perpu itu harus ada alasan yang kuat seperti adanya kegentingan yang memaksa, harus mendapat persetujuan DPR, dan kalau DPR menolak, maka UU yang ada akan berlaku,” ujarnya, Rabu (12/11/2014).
Namun demikian, kalau DPR menyetujui Perppu tersebut maka produk legislasi itu akan berlaku, ujar politisi Golkar itu dalam acara dialog kenegaraan ”Quo Vadis Pilkada Tahun 2015?” di Gedung DPD, Rabu (12/11/2014).
Menurut Rambe, kalau DPR menolak Perpu maka Perpu itu harus dicabut dan DPR harus membuat aturan pencabutan tersebut dengan segala konskuensi hukum dari pencabutan itu sendiri. Menurutnya, hal itu merupakan amanat Pasal 22 UUD 1945 dan UU No.12 tentang Perppu yang harus dibahas bersama DPR.
“Karena itu, terkait Perpu dan UU Pilkada ini biasa-biasa saja, jangan melihat Indonesia seperti mau kiamat. Buktinya aman-aman saja,” ujarnya menambahkan.
Dengan demikian, kata Rambe, kalau Perpu itu dicabut atau diterima, maka pencabutannya harus melalui paripurna DPR RI. Tapi, pencabutan Perpu itu melalu mekanisme khusus berbeda dengan mekensime biasa.
“Jadi harus ada RUU Pencabutan Perppu, dan boleh diajukan oleh Presiden RI maupun DPR RI,” ujarnya.
Selain itu, kalau paripurna DPR menolak pencabutan itu maka paripurna DPR
Akan tetapi, kalau presiden menolak mencabut Peppu, ujar Rambe, maka UU itu tetap berlaku sehingga tidak ada kekosongan hukum.