Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank DKI menghentikan secara sepihak kontrak pengadaan sewa 100 mesin ATM di 100 lokasi dengan PT KSP selaku vendor, karena proyek tersebut dinilai tidak efisien apabila mengacu pada ukuran Bank DKI pada saat itu.
Direktur Pemasaran Bank DKI Mulyatno Wibowo yang pada saat pengadaan sewa ATM bertindak selaku pejabat pelaksana tugas (Plt) Dirut Bank DKI, mengatakan penghentian sepihak kontrak pengadaan ATM tersebut dilakukan oleh direksi baru Bank DKI.
Dia menambahkan salah satu alasannya adalah karena jumlah ATM Bank DKI dinilai tidak seimbang dengan ukuran Bank DKI saat itu. Pemutusan kontrak itu juga telah disampaikan direksi baru Bank DKI kepada Dirut PT KSP Henry JM.
“Jumlah ATM Bank DKI saat itu lebih banyak daripada ATM Bank Mandiri,” kata Mulyatno, yang bertindak selaku saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan sewa 100 mesin ATM Bank DKI di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pada kesaksian lainnya, auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Syafruddin mengatakan hasil audit BPKP terhadap proyek pengadaan sewa 100 ATM itu menyimpulkan pelaksanaan penunjukan langsung proyek itu telah sesuai dengan aturan.
Dia mengatakan penunjukkan PT KSP oleh Bank DKI dilakukan setelah dua kali pelelangan sebelumnya gagal menghasilkan pemenang. Mekanisme penunjukkan langsung itu sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank DKI No.170.
Dengan demikian, sambungnya, tidak ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan PT KSP selaku vendor. “Kalau penyimpangannya memang terjadi pada panitia lelang PT Bank DKI sendiri, bukan pada vendor PT KSP,” katanya menjawab pertanyaan hakim Sutijo.
Penegasan Syafruddin ini dengan sendirinya mengonfirmasi pernyataan Sekretaris Lelang Bank DKI Hendarmin pada sidang sebelumnya, yang diperkuat oleh keterangan peserta lelang. Saat itu, Hendarmin menyatakan penunjukan dilakukan karena lelang gagal untuk kedua kalinya.
PROSES LELANG
Dalam proses pelelangan kedua, menurut Hendarmin, sebanyak empat perusahaan peserta lelang mengundurkan diri karena tidak mampu memenuhi ketatnya persyaratan yang diberlakukan panitia lelang. Persyaratan ketat tersebut antara lain adalah kecukupan tenaga ahli.
Salah satu perusahaan yang mengundurkan diri itu adalah PT ISO yang tidak mempunyai cukup tenaga ahli. Adapun, tiga peserta lelang lainnya menyatakan mundur karena tidak sanggup memenuhi pengadaan 100 ATM dengan waktu yang telah ditentukan Bank DKI.
Pada bagian lain, sidang tersebut juga mengungkapkan, perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP mengacu pada surat perintah kerja (SPK) dari PT KSP kepada PT ISO.
Padahal, sesuai dengan fakta persidangan sebelumnya, SPK itu tidak lagi digunakan karena sudah diganti nota kesepakatan. “Dasar kerja sama PT ISO dengan PT KSP adalah nota kesepakatan, bukan SPK lagi.
Oleh karenanya, penggantian mesin ATM baru merek NCR, monitoring ATM, jaminan layanan 97%, denda dan perbaikan mesin semua dikerjakan langsung PT KSP sendiri,” kata saksi Lily selaku dirut PT ISO.
Dugaan korupsi pengadaan ATM di Bank DKI bermula pada 2009, saat BUMD milik Pemprov DKI Jakarta tersebut mengadakan proyek perluasan ATM dengan menggandeng PT KSP. Dalam kasus itu, dirut PT KSP Henry JM ditetapkan sebagai tersangka.