Bisnis.com, LONDON - European Central Bank (ECB) memutuskan tidak menambah kucuran dana stimulus meskipun Eropa masih dihantui oleh merosotnya deflasi ke angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada September 2014.
Pasca pertemuan bulan Dewan Gubernur ECB, Kamis (2/10/2014) waktu setempat, Presiden ECB Mario Draghi mengungkapkan, pihaknya menahan diri untuk menambah stimulus atau memperluas spektrum kebijakan.
Dia mengatakan, bank sentral masih menunggu dampak operasi stimulus tahap pertama yang diluncurkan Agustus lalu. ECB, tambahnya, masih menunggu momen yang pas untuk melancarkan stimulus lanjutan.
"Secara fundamental ekonomi [Eropa] masih lemah. Perlemahan kawasan, dibarengi dengan risiko geopolitis dapat berdampak pada keyakinan bisnis dan khususnya, investasi swasta," ujarnya dalam konferensi pers pasca pertemuan, Kamis (2/10/2014).
Keputusan ECB ini, bagi ekonom, adalah langkah yang tidak tepat karena rangkaian indikator ekonomi terkini meminta otoritas moneter untuk segera bergerak.
"Untuk kaum pro-stimulus, langkah ini sudah tergolong keliru. Pasar telah menanti adanya stimulus tapi ECB justru memberi ketidakpastian," ujar Lars Peter Lilleore, Kepala Analis Nordea Marketsin Copenhagen.
Ekonom lain menyebutkan, penolakan ECB mengucurkan stimulus tambahan juga dinilai sebagai sinyal keterbatasan kapasitas program yang telah dieksekusi bank sentral.
Kepala Ekonom Eropa Schroder Investment Management Ltd. Azad Zangana mengatakan, ECB perlu melakukan evaluasi terhadap program kucuran stimulus perdana demi memberi efek terhadap makro ekonomi Benua Biru.
"Masalah utama yang dihadapi ECB adalah, aset-aset yang mereka targetkan dalam program terlalu kecil untuk membuat dampak besar pada perekonomian regional. ECB harus berupaya lebih," katanya di London.
Pada kesempatan itu, Draghi menolak anggapan bahwa ECB sebagai tersangka atas perlambatan ekonomi. "Kebijakan kawasan di luar aspek moneter juga harus berkontribusi."