Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum membantah telah berlaku panik menghadapi gugatan kubu Prabowo-Hatta.
KPU menegaskan bahwa instruksi bagi KPU daerah untuk membuka kotak suara sebelum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sama sekali bukan bentuk kepanikan.
"Saya rasa berlebihan kalau menuduh kami panik. Ada atau tidak ada sengketa pemilu, itu menjadi kewajiban kami sebagai penyelenggara untuk mengelola dengan baik seluruh dokumen terkait pemilu," kata Komisioner KPU Pusat, Ida Budhiati, di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (11/8/2014).
Menurut dia, perintah bagi KPU provinsi, kabupaten dan kota untuk membuka kotak suara tersebut dalam rangka pengumpulan dokumen administrasi kegiatan penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014.
Dia menyatakan, sebagai lembaga negara penyelenggara pesta demokrasi, KPU menyadari tugas dan kewajibannya tidak akan luput dari potensi gugatan atau sengketa terkait hasil pemilu.
"Penyelenggara pemilu itu dengan seluruh kesadaran memahami setiap kewenangan dan tugas kami yang memang berpotensi untuk digugat atau disengketakan. Karena itu, kami harus siap ketika kami diminta untuk menjelaskan informasi dan data-data terkait pemilu," kata mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah itu pula.
Sementara itu, dalam persidangan ketiga Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2014 di gedung MK hari ini mengagendakan penjelasan para saksi termohon (KPU) terkait permohonan pemohon (Prabowo-Hatta).
KPU menghadirkan 25 orang saksi, antara lain dari KPU Kota Batu Jember, Kota Surabaya, Kota Semarang, dan DKI Jakarta.
Saksi dari KPU Kota Batu Rohani menjelaskan dalam sidang bahwa pihaknya melakukan pembukaan kotak suara atas instruksi KPU Pusat melalui Surat Edaran Nomor 1446 tertanggal 25 Juli 2014, sekaligus menjalankan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur.
"Jadi Yang Mulia, dasar kami membuka kotak suara ada dua, perintah KPU Pusat dan rekomendasi Bawaslu Provinsi. Rekomendasi itu muncul di Provinsi Jawa Timur ketika kami belum membacakan hasil rekapitulasi," kata Rohani.
Komisioner KPU Pusat Arief Budiman yang ditemui secara terpisah di gedung MK mengatakan, instruksi KPU Pusat kepada daerah dituangkan dalam tiga surat edaran yang diterbitkan dalam waktu tidak bersamaan.
"Perlu diingat bahwa kami punya tiga surat edaran, yakni Nomor 1441 tanggal 18 Juli, Nomor 1446 tanggal 25 Juli, dan Nomor 1449 tanggal 29 Juli. SE 1441 itu persiapan bahwa berdasarkan perkembangan proses rekapitulasi tingkat nasional pada saat itu, ada banyak pertanyaan terkait daftar pemilih, pengguna surat suara, DPKTb dan segala macam, maka kami perintahkan untuk mempersiapkan saja," ujar Arief.
Baru pada SE Nomor 1446, KPU Pusat memerintahkan kepada seluruh KPU tingkat kabupaten/kota untuk membuka kotak suara untuk mencatat atau menyalin data-data terkait.
Sedangkan SE Nomor 1449 diperuntukkan bagi KPU tingkat provinsi yang digugat oleh pemohon.