Bisnis.com, LONDON— Perusahaan komoditas seperti OAO Lukoil hingga OAO Rosneft tengah merasakan pahitnya pembekuan aset internasional sebagai bagian sanksi dari ‘barat’. Pasalnya, perbankan internasional memangkas pinjaman ke perusahaan Rusia ke level terendah sejak 2009.
Data Bloomberg menunjukkan kredit sindikasi untuk perusahaan bahan baku Rusia merosot 82% pada paruh pertama tahun ini dari tahun sebelumnya menjadi US$3,5 miliar. Penurunan tersebut melampaui 2% kemerosotan pinjaman komoditas global menjadi US$344,2 miliar.
Bahkan, ketika masa rendahnya suku bunga memungkinkan perusahaan Amerika Serikat dan Eropa untuk meminjam dengan lebih murah, HSBC Holdings Plc dan sejumlah bank internasional membatalkan kesepakatan menyusul penjatuhan sanksi internasional bagi Rusia.
Lebih rinci, korporasi Negeri Beruang Merah ini memiliki utang jatuh tempo pada tahun ini senilai US$191 miliar atau setara dengan 9,6% dari produk domestik bruto (PDB).
“Situasi seperti ini terjadi bukan karena mereka [bank] takut Rusia tidak bisa membayar, tetapi jika ada sanksi di situ, maka anda juga tidak akan mendekati area itu karena risiko semakin besar,” kata David Basra, Kepala Pembiayaan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Citigroup Inc. di London, Rabu (9/7/2014).
Sebelumnya, AS dan Uni Eropa menuduh Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina dan terlibat aktif dalam memburuknya konflik di perbatasan Ukraina-Rusia. AS tengah berupaya untuk membahas sanksi tambahan yang bakal melibatkan sektor teknologi perminyakan dan industri gas alam.
Selain itu, Uni Eropa juga menyetujui untuk menjatuhkan sanksi tambahan dan bakal diumumkan pada Rabu (9/7/2014). Sebut saja beberapa bank misalnya HSBC dan Lloyds Banking Group Plc mulai menarik diri dari pembiayaan minyak antara BP Plc, produsen minyak di London, dan Rosneft, produsen minyak Rusia.
Kendati perusahaan tersebut tidak berada dalam daftar target sanksi, tetapi Igor Sechin sebagai chief executive officer (CEO) Rosneft masuk dalam daftar itu.