Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan kapasitas peneliti dinilai penting untuk mendukung implementasi pengendalian dampak perubahan iklim mengingat hasil assessment reports kelima (AR5) Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8oC selama abad terakhir.
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan dengan adanya penguatan kapasitas terhadap peneliti akan membuat Indonesia tidak hanya terbawa agenda global karena laporan IPCC tidak spesifik pada tiap negara.
“Perlu dilakukan penguatan kapasitas terhadap para peneliti untuk menjadikan isu perubahan iklim sebagai materi penelitian. Dengan demikian, kita bisa menerjemahkan dan mengintepretasikan hasil IPCC tersebut ke dalam konteks Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Sayangnya, Deputi Pendayagunaan Iptek Kemenristek Pariatmono menyatakan saat ini peneliti di Indonesia kurang mendapat penghargaan. Alhasil, banyak orang yang tidak mau menjadi peneliti. Selain itu, dana yang dialokasikan pemerintah untuk penelitian dinilai masih sangat kurang.
“Bayangkan, untuk penelitian satu tahun seoarang peneliti hanya mendapatkan Rp30 juta,” ungkapnya.
Dari data Scientific Journal Rangkings, Indonesia menempati posisi 61 dalam penghasil jurnal Ilmiah. Posisi tersebut jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing menempati posisi 32, 40, dan 43.
Menurut Pariatmono, hasil penelitian pun juga tidak berhenti sampai di jurnal ilmiah. Tindak lanjut dari penelitian tersebut yakni mengupayakan adanya teknologi yang dapat mengendalikan perubahan iklim.
“Jangan hanya tahu saja, tapi bagaimana tindak lanjutnya, makanya butuh usaha-usaha dan rekayasa teknologi,” tuturnya.