Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Remotivi: Sejumlah Media Penyiaran Abaikan Prinsip Jurnalisme

Penelitian lembaga riset media penyiaran Remotivi menyimpulkan kuatnya dugaan eksploitasi partai politik atas stasiun televisi menjelang Pemilihan Preside 2014.

Bisnis.com, JAKARTA-Penelitian lembaga riset media penyiaran Remotivi menyimpulkan kuatnya dugaan eksploitasi partai politik atas stasiun televisi menjelang Pemilihan Preside 2014.

Berdasarkan penelitian terhadap 11 stasiun televisi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, terbukti beberapa stasiun televisi memberi porsi kemunculan tiap kontestan politik secara tidak seimbang.

“Sejumlah institusi pers mengabaikan prinsip-prinsip urnalisme berupa cover both sides, tidak beropini, dan tidak mengaburkan kebenaran,” ungkap Koordinator Divisi Penelitian Remotivi Muhamad Heychael dalam siaran pers, Selasa(17/6/2014).

Data penelitian berasal dari 11 stasiun televisi bersiaran nasional pada 1-7 Mei 2014. Hasilnya, stasiun televisi Metro TV memberikan porsi kemunculan Calon Presiden Joko Widodo cukup tinggi, yakni 74,4% berdasarkan frekuensi, 73,9% menurut durasi dengan 31,3% bernada positif.

Bandingkan dengan rivalnya, Prabowo, yang hanya mendapat 12% secara frekuensi, dan 12,2% menurut durasi dengan 16,7% berita bernada negatif.

Di sisi lain, stasiun televisi TV One memberi ruang dua kali lipat lebih banyak kepada Prabowo dibandingkan Jokowi. Frekuensi pemberitaan Prabowo mencapai 38,4%, dan 38,2% secara durasi, sementara frekuensi pemberitaan Jokowi hanya 15,2% dan durasi 13,4% dengan seluruhnya atau 100% bernada negatif.

Roy Thaniago, Direktur Remotivi, menilai peta koalisi politik sangat menentukan arah pemberitaan masing-masing televisi. Menurut dia, pergerakan media hanya bayangan dari pergerakan politik pemiliknya.

Dia menyontohkan, pada penelitian Remotivi sebelumnya (1-7 November 2013), ketika koalisi antara Partai Nasional Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belum terbentuk, pemberitaan atas Jokowi di Metro TV tidak lebih dari 12%. Ini menunjukkan bahwa media massa saat ini hanya menjadi medium pertemuan kekuasaan.

Dia menjelaskan agenda stasiun televisi ditentukan oleh elit politik. Media penyiaran tersebut dianggap gagal merumuskan dan menyeleksi agenda pembicaraan publik yang lebih luas dan beragam.

Alih-alih menyediakan beragam informasi penting dan kritis sebagai bekal publik menentukan pilihan politik, stasiun televisi malah jadi perpanjangan tangan agenda elit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper