Bisnis.com, PEKANBARU—Komite Restorasi Ekosistem Riau menemukan beruang madu di kawasan hutan di Semenanjung Kampar, dan menjadi harapan baru untuk melestarikan hewan langka tersebut.
Susilo Sudarman, Projet Leader Program Restorasi Ekosistem Riau (RER), mengatakan pihaknya sudah memasang sejumlah kamera pemantau tersembunyi pada lahan hutan seluas 20.265 hektare yang masuk program konservasi RER.
“Kami sudah memasang kamera disejumlah titik. Hasilnya ditemukan sejumlah satwa seperti beruang madu, babi, ayam hutan dan hewan lainnya,” ujarnya hari ini (27/5).
Beruang madu merupakan hewan mamalia dilindungi negara karena keberadaannya terancam punah. Satwa dengan nama latin Helarctos malayanus itu dilaporkan populasinya terus menurun dan bahkan mulai sulit ditemukan di hutan tropis Sumatra. Selain di Semenanjung Kampar, salah satu habitat beruang madu juga ada di Taman Nasional Tesso Nilo Riau, wilayah Bengkulu, serta di hutan Kalimantan.
Beruang madu termasuk salah satu jenis beruang terkecil di antara jenis beruang yang ada di dunia. Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 - 65 kg.
Ketua Dewan Penasehat RER Kusnan Rahmin mengatakan program ini bertujuan untuk mengembalikan kawasan hutan yang terdegradasi. Upaya restorasi ekosistem yang komprehensif bagi kawasan penting hutan gambut di Semenanjung Kampar, Riau, yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan dilindungi.
"Keberadaan beruang menjadi harapan terbangunnya ekosistem yang lebih baik kedepan. Tentunya menjadi harapan bagi kita untuk bisa mempertahankan keberadaan satwa tersebut," kata Kusnan yang juga Presiden Direktur APRIL Indonesia.
Kementerian Kehutanan pada tahun lalu mengeluarkan izin bagi kelompok usaha Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL) untuk melakukan restorasi pada lahan seluas 20.265 hektare. APRIL sendiri berkomitmen mengucurkan dana senilai US$17 Juta selama 10 tahun untuk program tersebut. Perusahaan bubur kertas itu menggandeng lembaga swadaya global Fauna & Flora International (FFI) sebagai mitra dan sejumlah organisasi seperti Lembaga Adat Melayu Riau dalam menjalankan program tersebut.
Kusnan mengatakan pada tahap awal, Komite RER bersama FFI melakukan pemetaan mengenai kondisi hutan, mulai dari jenis tanaman, satwa yang ada hingga potensi lainnya untuk menentukan langkah konservasi berikutnya. Tahun ini, akan ditanam 5.000 pohon di sejumlah lokasi yang mengalami degradasi lingkungan.
Direktur Flora Fauna International (FFI) untuk wilayah Asia Pasifik Tony Whitten, yang juga anggota dewan penasehat RER menyatakan antusiasmenya dengan proyek restorasi yang dijalankan. DIa mengatakan FFI merupakan lembaga swadaya yang tertua di dunia dan berpengelaman dalam melakukan konservasi di sejumlah hutan di Indonesia.
"Kami berkomitmen untuk mengawal upaya ini, memastikannya berhasil. Meski program ini adalah yang pertama kami lakukan," kata Whitten yang berpengalaman di bidang konservasi di Sumatra lebih dari 40 tahun.