Bisnis.com, BEKASI - Pebisnis makanan dan minuman (mamin) Kota Bekasi bakal menaikkan harga jual sebesar 5%-10% atas dampak kenaikan harga listrik industri golongan I-3 khusus industri terbuka dan golongan I-4.
Kenaikan harga jual itu juga dipicu meningkatnya upah buruh di Kota Bekasi yang hampir terjadi tiap tahun. Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi sampai saat ini menembus Rp2,44 juta atau naik 15% dari UMK tahun sebelumnya Rp2,1 juta.
Ketua Asosiasi industri kecil dan menengah (IKM) Mamin Kota Bekasi Afif Ridwan mengatakan kenaikan harga jual produk mamin sekitar 5%-10% akan dilakukan secara bertahap karena menunggu respon pasar. Artinya, selama ini konsumen enggan jika harga produk mamin naik. Sehingga pelaku industri mamin terpaksa mengurangi volume produk mamin untuk mengimbangi biaya produksi yang kian membengkak.
Menurutnya, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) industri secara tidak langsung dapat menggerus margin pelaku IKM mamin. Pasalnya, bahan baku kemasan untuk produk mamin terkerek naik.
"Saat ini memang belum begitu terasa dampaknya, tapi bulan depan pasti kena imbasnya terutama industri hulunya," papar Afif kepada Bisnis, Kamis (15/5/2014).
Pihaknya menjelaskan sebagian pelaku IKM mamin saat ini belum menaikkan harga jual lantaran ketersedian bahan baku dan produk kemasan telah ada sebelum ditetapkan kenaikan harga TDL industri per 1 Mei. Oleh karena itu, kata dia, kenaikan harga jual dilakukan pada bulan depan karena harga beli bahan baku telah naik bulan ini.
"Kami tidak ingin merugi, kalau dari hulu naik kita pasti ngikutin naik. Apalagi industri besar pusing dengan upah buruh yang juga naik tiap tahun," ucapnya.
Selain rencana kenaikan harga jual produk mamin, kata Afif, pebisnis IKM mamin di Bekasi mengalami kendala dalam hal pemasaran. Produk IKM kesulitan untuk bersaing dengan produk dari industri yang lebih besar.
Dia memaparkan di Kota Bekasi terdapat ratusan toko modern dan ritel, namun produk IKM mamin jarang sekali yang dijual di ritel. "Bayangkan, para pemodal besar bisa mendirikan supermarket di sini. Tapi produk di dalamnya bukan buatan dari IKM Bekasi. Hal inilah yang meresahkan kami," tuturnya.
Afif menambahkan selama ini peran Pemkot Bekasi sebatas memberikan pelatihan ketrampilan dalam membuat produk mamin. Tetapi tidak diperhatikan masalah pemasaran supaya bisa masuk ke supermarket. Akibatnya, lanjut dia, pelaku IKM mamin terpaksa menjual produknya ke luar Bekasi.
"Pihak Pemkot tidak memberikan ruang atau tempat khusus bagi pelaku IKM untuk menjual produknya. Misalnya pusat oleh-oleh makanan khas Bekasi, anehnya di sini tidak ada. Padahal Bekasi lokasi yang sangat strategis," paparnya.
Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi Jainuddin Sitanggang mengatakan pelaku IKM mamin selama ini tidak bisa memenuhi permintaan dari toko modern dan supermarket. Dari sisi kualitas produk, menurut Jainuddin, produk IKM mamin Bekasi tidak mampu bersaing dengan industri besar sehingga hal itu membuat ritel enggan mengambil produk IKM.
"Kami sudah memfasilitasi hal itu. Tapi ujung-ujungnya, mereka tidak bisa menyanggupi kuantitas dan kualitas produk yang diinginkan supermarket," ujarnya.
Kendala lain, ujarnya, pelaku IKM mamin Bekasi menginginkan penjualan produk dibayar secara langsung. Sementara, kata dia, sistem pembayaran supermarket atau toko modern dilakukan secara kredit atau dibayar separuh dulu.
"Kalau soal ini, pelaku IKM rata-rata tidak sanggup. Maka dari itu, supermarket seringkali menjalin relasi bisnis sesuai dengan kesepakatan bersama," paparnya.