Bisnis.com, JAKARTA—Selagi penegakkan hukum belum berjalan dengan baik, akan sulit bagi Indonesia untuk beradaptasi dengan Asean Economic Community (AEC) mulai tahun depan, selain masih banyaknya persoalan dalam negeri yang harus dibenahi.
Demikian dikemukakan oleh Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro dalam diskusi bertema Pemerintahan Ideal Pasca Pemilu 2014 di Gedung MPR, Senin (7/4/2014). Selain Siti Zuhro, turut menjadi narasumber pada diskusi itu Wakil Ketua MPR Melani Leimena dan pengamat politik Gun Gun Heryanto.
Menurut Siti Zuhro, rendahnya penegakkan hukum selama ini membuat lemahnya kepastian hukum di Indonesia yang dibutuhkan oleh investor. Padahal, kepastian hukum menjadi pijakan bagi pembangunan sektor ekonomi saat memasuki era perdagangan bebas regional tersebut.
Peneliti senior LIPI itu menyebutkan siapa pun presiden Indonesia mendatang, dia harus benar-benar berani memastikan penegakkan hukum berjalan dengan baik meski hal itu tidak mudah untuk dilakukan.
Menurutnya, penegakkan hukum di Indonesia ini sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan bahkan busuk sehingga diperlukan langkah-langkah revolusioner.
Gun Gun Heryanto mengatakan persandingan antara sistem presidensial dan sistem multipartai yang ekstrem masih menjadi tugas berat presiden mendatang, selain persoalan keterwakilan di parlemen.
Menurutnya, presiden tidak bisa berkonsentrasi bekerja karena masih mengemban tugas sebagai kader partai. Sementara itu koalisi pemerintah yang sangat besar membuat jalannya pemerintahan menjadi terganggu akibat banyaknya kepentingan terkait partai politik.
“Presiden dan para menteri seharusnya tidak menjadi pimpinan partai sehingga tidak terjebak dalam kepentingan partai dalam menjalankna kekuasannya,” ujarnya menegaskan.
Pada bagian lain Melani Leimena menegaskan presiden mendatang harus berni menempatkan para menteri dari partai pemenang pemilu dan para profesional. Tujuannya agar tanggung jawab pemerintah dan partai politik yang berkuasa menjadi jelas.
Menurutnya, pemerintah sulit mengklaim keberhasilannya karena dalam kabinet banyak partai politik yang berperan. Bahkan, partai politik peserta koalisi di pemerintah turut mengeritik pemerintah. Sedangkan kalau pemerintahan berhasil mereka juga turut mengklaim keberhasilan itu.