Bisnis.com, WASHINGTON—Pejabat Eropa dan Amerika Serikat akan menggandakan sanksi yang paling berat kepada Rusia sembari menunggu gerakan Presiden Vladimir Putin apakah pasukannya akan masuk lebih dalam ke wilayah Ukraina.
Para menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin (17/3/2014) bertemu di Brussels untuk menetapkan pemberlakuan larangan perjalanan dan pembekuan aset kepada beberapa pejabat Rusia, karena Putin tengah bersiap-siap merebut Krimea setelah proses referendum pemisahan diri dari Ukraina.
“Pelepasan aset adalah era baru pada perang keuangan. Saya berharap pemerintahan Obama dan Uni Eropa akan mulai mengkalibrasi, dengan eskalasi sektor keuangan yang menunjukkan adanya biaya riil dalam jangka pendek, tetapi hanya secara diplomatik dan keuangan,” kata Juan Zarate, mantan pejabat di Departemen Keuangan dan Gedung Putih.
Sanksi tambahan dan konsekuensi lebih jauh yang dilayangkan oleh blok Eropa pada 6 Maret akan dipertahankan hingga para pemimpin Uni Eropa bertemu pada akhir pekan ini dalam upaya memupus ambisi Putin pada wilaya di timur Ukraina.
Kebuntuan diplomatik yang paling signifikan antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin telah mengguncang pasar keuangan dunia, karena investor khawatir peningkatan krisis mampu mengisolasi Rusia dari aktivitas ekonomi global.
Jika hal ini terjadi, maka dapat mengganggu aliran gas dunia, investasi perusahaan dari Siemens AG hingga Exxon Mobil Corp. dan secara kuat mengganggu aliran uang dari perusahaan Rusia dan oligarkinya ke dalam perekonomian Barat.
Untuk contoh kasus paling ekstrem, menurut Erich Ferrari, Ketua Ferrari & Associates—firma hukum di Washington dengan spesialisasi pada sanksi—adalah sanksi yang berbasis pada negara, dengan mencegah ekspor barang dan jasa ke Rusia—dengan jasa keuangan yang paling utama—sehingga semua mata uang dan obligasi asing di Rusia akan jatuh.