Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menuding adanya penyimpangan proses penyidikan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait penanganan sengketa Pilkada. Akil merasa ada pihak yang memfitnah dan menzalimi dirinya secara kejam.
"Sangkaan dan dakwaan yang alasannya dicari-cari sedemikian rupa untuk memojokan dan menggambarkan bahwa saya selama memangku jabatan tersebut telah terus menerus melakukan berbagai kejahatan yang sesungguhnya hal tersebut merupakan fitnah yang kejam serta menzalimi saya," ujar Akil saat membaca eksepsinya di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Menurut Akil, fitnah terhadap dirinya semakin terasa saat Jaksa Penuntut Umum dari KPK membacakan dakwaan terhadap dirinya. "Surat dakwaan begitu meriah. Begitu banyaknya tindak pidana yang disangkakan kepada saya dengan menggunakan dakwaan kumulatif dimulai dakwaan satu sampai keenam. Sementara itu dakwaan ketiga terdapat bentuk alternatif," ujarnya.
Pada persidangan sebelumnya, dalam berkas yang dibacakan penuntut umum Pulung Rinandoro , Akil diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Akil juga dijerat pasal pencucian uang dalam rentang waktu antara 17 April 2002 sampai 21 Oktober 2010. Untuk itu, ia juga diancam pidana Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dari semua dakwaan itu, ancaman hukuman paling tinggi untuk Akil maksimal 20 tahun penjara.