Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amerika Serikat Alami Eksodus Modal Terbesar Sejak 2009

Eksodus modal besar-besaran terjadi untuk pertama kalinya di Amerika Serikat sejak Februari 2009. Aksi tersebut terjadi bersamaan dengan pengumuman The Fed untuk mengurangi stimulus dari US$85 miliar menjadi US75 miliar.
 Fakta tersebut memperlihatkan daya beli konsumen tengah bangkit dari resesi terburuk. /bisnis.com
Fakta tersebut memperlihatkan daya beli konsumen tengah bangkit dari resesi terburuk. /bisnis.com

Bisnis.com, NEW YORK—Eksodus modal besar-besaran terjadi untuk pertama kalinya di Amerika Serikat sejak Februari 2009. Aksi tersebut terjadi bersamaan dengan pengumuman The Fed untuk mengurangi stimulus dari US$85 miliar menjadi US75 miliar.

Penjualan aset jangka panjang oleh investor global yang mencapai US$45,9 miliar pada Desember 2013, sedangkan bulan sebelumnya, penjualan aset jangka panjang hanya US$28 miliar.

Data Kementerian Keuangan AS menunjukkan total eksodus modal mencapai US$119,6 miliar pada Desember 2013, melebihi aliran modal keluar sebesar US$13 miliar. Jumlah tersebut menembus rekor eksodus modal terbesar dari Negara Paman Sam sejak Februari 2009.

“Jika melihat korporasi dan agensi yang menjual ekuitas secara massal pada Desember tahun lalu, saya kira ini respon ini lebih dari sekadar dampak pengumuman tapering. Pasar telah mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga,”ungkap  Gennadiy Goldberg, ekonom TD Securities USA LLC di New York, Selasa (18/2/2013).

Sementara itu, China yang merupakan pemegang obligasi terbesar Amerikat Serikat mengurangi porsinya sebanyak US$47,8 miliar atau 3,6% menjadi US$1,27 triliun. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan terbesar sejak Desember 2011.

Tidak hanya China, Jepang juga melepas kepemilikan aset Amerika Serikat sebanyak US$ 3,9 miliar menjadi US$ 1,18 triliun.

Pada saat yang sama, investor asing menaikkan asetnya hingga 1,4% atau setara dengan US$78 miliar sehingga mencatatkan nilai aset sebesar US$5,79 triliun.

“Langkah China yang menjual asetnya mengindikasikan bank sentral China mulai mewaspadai efek negatif dibalik aksi The Fed tetap mengurangi pembelian stimulus di negara berkembang,”ujar Aaron Kohli, ekonom BNP Paribas SA yang berbasis di New York.

Jika China melanjutkan penjualan obligasi Amerika Serikat pada dua atau tiga bulan mendatang, katanya, tindakan tersebut mencuatkan kecemasan atas siapa lagi yang akan membeli obligasi Amerika Serikat.

Imbal hasil obligasi 10 tahun Amerika Serikat meningkat menjadi 3% pada Desember tahun lalu, kenaikan tertinggi sejak Juli 2011 setelah The Fed mengumumkan rencana pengetatan stimulus.

Akibat pengetatan stimulus yang dilakukan The Fed, prospek sekuritas Amerika Serikat merosot 3,4% pada 2013. Indeks Bank of America Merrill Lynch memperlihatkan penurunan tersebut menembus rekor terendah sejak kerugian hingga 3,7% pada 2009.

INDIKASI PEMULIHAN

Meskipun data Kementerian Keuangan menunjukkan eksodus modal terjadi pada Desember tahun lalu, utang konsumen Amerika Serikat melesat pada kuartal IV/2013. Angka itu menembus rekor tertinggi selama 6 tahun terakhir. The Fed New York menyebutkan kenaikan utang konsumen tersebut dipicu oleh kenaikan konsumsi property dan pendidikan.

Utang rumah tangga meningkat 2,1% atau US$241 miliar menjadi US$11,52 triliun. Level kenaikan utang rumah tangga bahkan selisih US$180 miliar dibandingkan periode yang sama pada 2012.

“Setelah sempat dilanda oleh pelemahan daya beli, akhirnya konsumen mulai berutang lagi,”kata ekonom The Fed New York Wilbert van der Klaauw.

Jumlah utang rumah tangga masih 9,1% dibawah puncaknya pada kuartal III/2008 yaitu US$12,68 triliun. Fakta tersebut memperlihatkan daya beli konsumen tengah bangkit dari resesi terburuk.

Sementara itu, kepercayaan konsumen juga membaik untuk pertama kalinya dalam 5 pekan sehingga meningkatkan proyeksi ekonomi di Amerika Serikat. Indeks kepercayaan konsumen Bloomberg menunjukkan peningkatan menjadi -30,7 pada sepekan yang berakhir pada 9 Februari dibandingkan -33,1 pekan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper