Bisnis.com, NEW YORK—Hingga pertengahan Februari, investor global telah menarik dana di pasar saham dan obligasi di negara berkembang melampaui total outflow tahun lalu.
EPFR Global, lembaga penyedia data keuangan dunia, menyebutkan investor menarik dana US$4,5 miliar dari Negara berkembang sepanjang pekan lalu sehingga total dana yang keluar hingga 12 Februari mencapai US$29,7 miliar. Pada 2013, dana yang tersisa di pasar aset negara berkembang US$29,2 miliar.
Jika dirinci, investor menarik dana US$3,1 miliar dari pasar saham di negara berkembang selama minggu lalu, menambah aliran modal keluar menjadi US$21,7 miliar. Modal keluar dari pasar obligasi sekitar US$1,4 miliar pada minggu lalu sehingga total sudah US$8 miliar yang keluar pada 2014.
Eksodus modal keluar yang melanda Negara berkembang memperparah anjloknya harga saham dan melemahnya mata uang pada bulan ini menyusul kerugian ekuitas terbesar pada Januari tahun lalu sejak 2009.
Pada yang saat sama, investor global termasuk BlackRock Inc. yang menyatakan harga aset di negara berkembang semakin murah. Hal tersebut dipicu oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi di China, defisit perdagangan di Turki, dan pengurangan stimulus oleh The Fed sehingga memicu sentimen negatif investor.
“Aliran dana di Negara berkembang menunjukkan tren negatif. Apalagi, melihat fakta eksodus dana besar-be sara n dari investor global,”kata Koon Chow, Ketua Strategi Negara Ber kembang Barclays London, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Senin (17/2/2014).
Menurutnya, titik balik perekonomian di Negara berkembang ketika investor mulai melihat indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif di Negara berkembang, terutama di Asia.
Sementara itu, indeks saham negara berkembang MSCI menunjukkan kenaikan menjadi 2,3% pada bulan ini seiring dengan penurunan 6,6% pada Januari tahun ini. Kondisi tersebut dipicu oleh kenaikan suku bunga di Turki dan ekspor China yang melampaui estimasi ekonom.
Berdasarkan JPMorgan Chase & Co.’s, indeks GBIEM, saham lokal kembali pada titik 2,3% dalam dollar setelah sempat anjlok 4,6% pada Januari tahun ini.