Bisnis.com, JAKARTA - Hati-hati, bencana alam sedahsyat topan Haiyan yang memporak porandakan Filipina bisa memukul wilayah Indonesia pada 2024, atau paling tidak dalam 10 tahun ke depan jika Indonesia tidak melakukan strategi climate change ataupun adaptasi perubahan iklim yang lebih sustainable.
"Kami sudah beberapa kali mengingatkan kepada sejumlah menteri untuk antisipasi climate change. Jika tidak bisa melakukan dengan tepat, bisa diprediksi dalam 10 tahun ke depan perubahan iklim bisa pukul Indonesia, lebih parah daripada badai Haiyan," ujar Rachmat Witoelar, Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Senin (10/2).
Dia menjelaskan dampak perubahan iklim jangan dianggap remeh dan dianggap masih lama, tetapi yang pasti bukan berarti tidak datang. Oleh karena itu, sambungnya, Indonesia perlu secara matang mempersiapkan strategi antisipasi yang tepat dan memadai.
Rachmat mengibaratkan ancaman perubahan iklim itu sama dengan rambu-rambu di perlintasan kereta api. Jika di perlintasan rel kereta ada tulisan Awas Ketabrak KA, terkait climate change perlu rambu-rambu Awas Ketabrak Perubahan Iklim.
Dia menjelaskan kendati masih lebih 'beruntung' ketimbang Filipina dan Jepang terkait dengan bencana, tetapi Indonesia tidak boleh lengah karena bencana lebih besar bisa saja terjadi di Indonesia.
"Indonesia masih lebih beruntung daripada Jepang dan Filipina, meskipun menderita banjir dan kemacetan parah. Jepang dan Filipina lebih parah karena langsung terkena dampak bencana lebih dahyat," ungkap Rachmat.
Menurutnya, terkait dengan bencana banjir sebenarnya sudah diprediksi jauh-jauh hari menyusul terjadinya perubahan iklim global. Dia mengatakan dahulu Indonesia, misalnya hanya mengenal dua musim, yakni kemarau dan hujan. Namun, kini di Indonesia ada empat musim, yakni hujan basah, hujan kering, kemarau basah, dan kemarau kering.