Bisnis.com, Manila — Penaikan suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara berkembang di tengah pengurangan stimulus oleh The Fed mencuatkan peluang volatilitas lebih dalam di pasar keuangan.
Gubernur bank sentral Filipina (Bangko Sentral ng Pilipinas) Amando Tetangco mengemukakan pengetatan kebijakan moneter alias penaikan suku bunga acuan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan dalam waktu dekat.
“Bahkan peningkatan volatilitas akan lebih besar terjadi. Saya kira penaikan suku bunga acuan bukanlah jawaban yang tepai di kondisi seperti ini,”tekannya di Manila, Senin (3/2).
Sebelumnya, India, Turki, dan Afrika Selatan menaikkan suku bunga acuan pada bulan lalu untuk meningkatkan nilai mata uang negara-negara itu. Aksi tersebut dilakukan tidak lain untuk mengantisipasi kekacauan ekonomi pasca tapering The Fed.
Sementara itu, survei Bloomberg pada 14 ekonom memperkirakan Bangko Sentral ng Pilipinas akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level terendah sebesar 3,5% pada minggu ini.
“Fokus utama kami [Filipina] adalah menyesuaikan kebijakan sesuai dengan outlook inflasi domestik. Otoritas fiskal sendiri menargetkan inflasi berada pada kisaran 3%-5% tahun ini,”imbuhnya.
Berdasarkan Tullett Prebon Plc., mata uang Peso Filipina tercatat turun 2% menjadi 45,39 per dollar pada 10.48 am di Manila. Peso juga sempat melemah pada level terendah selama lebih dari 3 tahun di minggu lalu.
Perkiraan media pada survei Bloomberg menunjukkan inflasi Filipina meningkat menjadi 4,1% pada Desember, laju tercepat selama dua tahun terakhir sedangkan indeks harga konsumen akan melaju tetap di Januari tahun ini.
Sementara itu, International Monetary Foundation (IMF) sempat menyarankan negara berkembang untuk segera memperbaiki permasalahan fundamental ekonomi. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi “hilangnya” dana investasi asing dari pasar keuangan di negara-negara itu.
Menurut IMF, permasalahan fundamental yang harus diatasi antara lain ketatnya pembiayaan eksternal, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan melemahnya harga komoditas.
“Dibutuhkan kebijakan yang selaras dengan kondisi makro ekonomi dan keuangan, komunikasi yang baik, dan aksi tegas dalam meningkatkan fundamental negara,”ungkapnya secara tertulis.