Bisnis.com, BANDUNG — Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat meminta mekanisme asuransi yang digulirkan pemerintah bagi hewan ternak harus jelas.
Ketua GKSI Jawa Barat Dedi Setiadi mengatakan yang dilakukan pemerintah ini akan menguntungkan bagi peternak, tetapi mekanisme yang digulirkan harus jelas sehingga tidak menjadi masalah di perjalanan.
“Pengguliran program asuransi bagi hewan ternak harus hati-hati. Soalnya pada tahun 90-an peternak yang tergabung dalam GKSI pernah mengikuti program asuransi yang digulirkan beberapa bank, tetapi saat akan dicairkan tidak bisa,” katanya kepada Bisnis, Senin (3/2/2014).
GKSI menilai pemerintah bersama koperasi harus secara maraton melakukan sosialisasi sehingga program yang digulirkan tepat sasaran.
Dedi juga mengatakan adanya asuransi bisa menyetop penjagalan sapi perah menjadi pedaging yang dilakukan sejak tiga tahun terakhir.
Menurutnya, selama ini peternak selalu menjual sapi mereka karena khawatir mati atau sakit sehingga yang berpotensi merugikan.
Adanya asuransi ternak maka sapi yang mati akibat sakit atau hilang mendapatkan ganti rugi sesuai polis yang dibayarkan.
“Di samping harga yang lebih tinggi untuk penjualan sapi perah menjadi pedaging, peternak juga menjualnya karena khawatir sakit atau mati,” katanya.
Dedi juga menyebutkan harga sapi perah produktif saat ini mencapai Rp21 juta per ekor yang menghasilkan produksi di atas 25 liter, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tiga tahun lalu yang berkisar Rp15 juta-Rp17 juta per ekor.
“Dengan harga sapi perah yang tinggi saat ini para peternak menyetop penjualan untuk dijadikan pedaging. Nah, dengan adanya asuransi juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat produksi susu ke depannya.”
Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Jawa Barat mengungkapkan kasus penjagalan sapi perah menjadi sapi pedaging masih sering terjadi di wilayahnya.
Sekretaris KPBS Adang Salahudin mengungkapkan populasi sapi di kawasan itu tinggal 13.000 ekor dari sebelumnya yang mencapai 25.000 ekor.
“Sekitar 9.000 ekor sapi berkurang karena dijual oleh peternaknya sendiri,” katanya.
Penjualan sapi perah terjadi akibat sulitnya sapi pedaging di pasaran, sehingga banyak tawaran kepada peternak yang berani membeli sapi mereka lebih tinggi dari harga normal.
“Margin mereka menurun sehingga dengan selisih harga yang tidak terlalu besar pun, peternak tidak ragu menjual sapi perah mereka.”
Adapun, solusi asuransi ternak yang ditawarkan pemerintah, pihaknya masih mempertanyakan klaim dan premi yang belum jelas.
Selama ini, KPBS juga mulai menerapkan sistem penjaminan layaknya asuransi bagi anggota peternak yang sapinya mengalami gangguan kondisi kesehatan seperti lumpuh dan lain sebagainya.
“Namun, KPBS memang belum mampu mencover besar karena premi yang dibebani pun hanya 4% dari harga dasar susu,” ujarnya.
Secara terpisah, Pemerintah Kabupaten Bandung fokus terhadap ternak sapi perah dalam usaha peningkatan ketahanan pangan.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Hermawan mengatakan di kawasan itu sampai saat ini telah memiliki sedikitnya tujuh lokasi sentra pengembangan sapi perah antara lain Pangalengan, Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali, Cilengkrang, Arjasari, dan Kertasari.
Dia menyebutkan jumlah populasi sapi perah di Kabupaten Bandung sampai akhir tahun 2012 tercatat 31.937 ekor, masing-masing sapi perah betina 28.727 ekor dan sapi perah jantan 3.210 ekor.
Sebagian besar, populasi sapi perah terdapat di Kecamatan Pangalengan sebanyak 14.999 ekor, disusul Pasirjambu sebanyak 4.577 ekor, dan Kertasari sejumlah 4.568 ekor.
Asuransi Ternak Tidak Bisa Dicairkan
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat meminta mekanisme asuransi yang digulirkan pemerintah bagi hewan ternak harus jelas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu