Bisnis.com, JAKARTA—Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melansir data frekuensi bencana ekologis yang terjadi di Indonesia pada 2013 sebanyak 220-an kasus, naik hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 127 kasus.
Walhi juga mencatat, frekuensi banjir dan longsor juga mengalami peningkatan yang sangat tajam. Pada 2012, banjir dan longsor hanya terjadi 475 kali dengan korban jiwa sebanyak 125 orang, kemudian naik 293% pada 2013 menjadi 1.392 kali.
Banjir dan tanah longsor itu tersebar di 6.727 desa/kelurahan di 2.787 kecamatan, 419 kabupaten/kota dan 34 propinsi dan menimbulkan korban jiwa sebesar 565 orang.
“Provinsi yang paling sering tercatat, paling parah, adalah Jawa Barat dan Kalimantan Barat,” kata Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan, Rabu (15/1/2014).
Abetnego menjelaskan, meningkatnya bencana ekologis itu dipicu oleh eksploitasi lahan yang tidak terkendali di tiga sektor, yaitu penanaman kelapa sawit, pertambangan, dan izin hutan tanaman industri (HTI) serta praktek-praktek ilegal dalam proses politik lokal.
Untuk menghambat peningkatan bencana ekologi di masa depan, lanjut Abetnego, pihaknya terus mengawasi dan mendokumentasi berbagai praktik buruk yang dilakukan oleh korporasi serta mendorong adanya Undang-Undang yang membahas tentang perubahan iklim.
Kemudian, tambahnya, terus mendorong agar aspek lingkungan bisa masuk menjadi isu krusial dalam putaran sistem politik nasional, lebih-lebih dengan akan diselenggarakannya pemilihan umum beberapa bulan lagi.