Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga elpiji non subsidi kemasan 12 Kilogram, menyusul tingginya harga pokok elpiji di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah. Hal itu mengakibatkan kerugian perusahaan semakin besar.
Namun, apa yang terjadi banyak kalangan justru menyalahkan pemerintah dengan kenaikan elpiji ini.
Menurut pendapat saya, sebagai komoditas non subsidi, pemerintah sebenarnya tidak berwenang untuk mengintervensi masalah harga tersebut. Terkecuali jika yang naik itu elpiji 3 Kg, bisa jadi justru pemerintah disalahkan dalam hal ini.
Saya juga berpendapat kenaikan ini diambil karena Pertamina mendapat sorotan BPK mengenai kerugian pada tahun lalu. Sebagai salah satu BUMN besar yang ada di Indonesia Pertamina dianggap semakin baik kinerjanya, Pertamina kini dituntut untuk untung, karena memang sebagai perseroan.
Apabila merugi, maka BPK akan masuk dan menganggap ada yang tidak beres. Disitulah sebenarnya akar dari persoalan tersebut.
Saya meyakini hal ini tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat, mengingat konsumen elpiji non subsidi kemasan 12 kg adalah kalangan mampu. Untuk masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro saya berharap pemerintah tetap konsukuen untuk tetap berpatokan pada harga yang lebih murah.
Saya juga berharap dukungan pemerintah tetap diharapkan oleh masyarakat, karena dengan penerapan sistem distribusi yang baik diyakinkan masalah kelangkaan elpiji tidak akan terjadi.
Dan, saya juga menilai jika ada kalangan yang mengatakan bahwa pemerintah dalam kenaikan harga elpiji 12 Kg ini disalahkan, mereka hanya mengambil untung saja dalam hal ini.
Karena memang dalam permasalahan kenaikan harga elpiji ini sepenuhnya ada di tangan Pertamina, bukan ditangan pemerintah. Pertamina berhak mengatur harga yang ada, dengan konsukuensi kenaikan harga tersebut layak dan pantas.
Pengirim:
Vivi Siagian
Jl Pesanggrahan Raya No.9, Rt 9/3 Kebon Jeruk. Kode Pos: 11560
Jakarta Barat