Bisnis.com, JAKARTA - Hasil voting proposal perdamaian PT Djakarta Lloyd yang berlangsung alot selama 7 jam akhirnya tercatat 100% kreditur separatis dan 69,48% kreditur konkuren menyetutujui rencana perdamaian tersebut.
“Berdasarkan Pasal 281 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan menyetujui adanya rencana perdamaian tersebut karena hanya tercatat 37,2% yang menolak rencana perdamaian tersebut,”ungkap pengurus PKPU, James Purba seusai membacakan hasil voting yang diselenggarakan di Gedung kantor Pusat Pegadaian perkara kepailitan PT Djkarta Lloyd, Selasa (3/12/2013).
Hasil pemungutan suara yang digelar mulai pkl.11.30 WIB tercatat 100% kreditur separatis menyetuji adanya proposal perdamaian tersebut, sedangkan kreditur konkuren yang menyetujui prosentasenya 69,48%.
Pengurus PKPU perusahaan perkapalan milik pemerintah itu mencatat jumlah tagihan tercatat Rp 1,3 triliun, sementara itu total asset perusahaan itu diperkirakan hanya mencapai Rp 14 miliar terdiri dari rumah dinas dan tanah.
”Berdasarkan laporan yang diterima dari kuasa hokum debitur tercatat lima kapal yang rusak ditaksir nilainya tidak lebih dari Rp23 miliar.”
Djakarta Lloyd beberapa kali merevisi proposal perdamaiannya. Awalnya, Djakarta Lloyd menyebut hanya mampu membayar 20% dari total tagihan para kreditur. Selain itu, Djakarta Llody menawarkan skema pembayaran dengan dua grace period.
Pertama, Djakarta Lloyd akan membayar utang mulai tahun keempat dan mencicil selama 10 tahun dengan pemotongan utang 80%.
Kedua, Djakarta Lloyd bakal membayar utang mulai tahun kelima dan mencicil selama 10 tahun dengan pemotongan utang 70%.
Di proposal yang baru, Djakarta Lloyd memperbaiki dengan hanya minta pemotongan utang 32,5%. Pembayaran dilakukan mulai tahun kelima.
Pengacara Jhon K.Azis, sebagai kuasa hukum Julia Tjandra yang mengajukan permohonan pailit itu, mengatakan sebagai kreditur pemegang medium term note (MTN) menyatakan tidak sepakat dengan proposal yang disodorkan Djakarta Lloyd karena tidak mencermikan win-win solution.
Jhon menambahkan manajemen PT Djakarta Lloyd tidak memiliki itikad baik menyelesaikan masalah utangnya dengan memberikan batas waktu pengembalian utang yang terlalu lama. “Penyelesaian masalah utangnya, mulai 5 tahun dan 13 tahun, itu kan jangka waktu penyelesaiannya lama sekali,”ungkapnya.
Sebelumnya dalam permohonan PKPU, kuasa hukum Julia Tjandra itu mengatakan sebagai pemegang pemegang empat lembar Surat Sanggup Jangka Menengah (MTN) senilai US$400 juta.
Surat tersebut diterbitkan oleh PT Djakarta Lloyd dengan nomor PO 01632, PO 01633, PO 01634, dan PO 01635, tertanggal 25 Maret 1997 dan telah jatuh tempo pada 26 Maret 1998.
Meski Djakarta Lloyd adalah BUMN, menurut anggaran dasarnya perusahaan ini lebih berorientasi pada keuntungan, sehingga tunduk pada Undang-undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.