Bisnis.com, JAKARTA— Nilai proyek mineral dan energi yang dikembangkan di Australia sebagai negara pengekspor bijih besi terbesar dunia, anjlok 10% menjadi sekitar 240 miliar dolar Australia yang mencerminkan berakhirnya pertumbuhan sektor tambang di negara tersebut.
“Penurunan investasi dalam jumlah besar ini merupakan akibat dari dua rekor yang muncul, yakni rekor tertinggi untuk nilai proyek yang tengah diselesaikan (30 miliar dolar Australia) dan nilai terendah atas proyek baru yang terkena sanksi pada dekade lalu (1,7 miliar dolar Australia),” menurut laporan Bureau of Resources and Energy Economics sebagaimana dikutip Bloomberg, Rabu (27/11/2013).
Laporan tersebut terbit dua kali setahun menyangkut soal investasi proyek. Pada 30 April, nilai proyek tersebut tercatat 268 miliar dolar Australia.
Reserve Bank of Australia (RBA) menyatakan bulan ini bahwa investasi sektor tambang akan terus merosot dari rekor yang pernah dicapai pada tahun lalu dan diperkirakan akan terus turun lebih tinggi dari perkiraan.
Sejumlah perusahaan tambang, termasuk BHP Billiton Ltd. (BHP) dan Rio Tinto Group, memangkas jumlah karyawan selain menunda kegiatan pertambangan dan membatasi kegiatan pengambilalihan perusahaan.
“Australia sekarang mengalami transisi dari fase investasi sumber daya alam yang melimpah ke fase produksi,” menurut biro tersebut dalam satu pernyataan terpisah.
Proyeksi ke depan menunjukkan bahwa investasi di sektor energi dan sumber daya alam akan terus turun dalam jangka menengah, menurut laporan itu.
Sebanyak lima proyek senilai 1,7 miliar dolar Australia beralih ke tahapan komitmen dalam enam bulan hingga Oktober sekaligus merupakan jumlah dan nilai proyek terendah dalam kurun lebih dari satu dekade. Selain itu, 71 proyek yang sudah berada pada tahap perencanaan investasi pipanisasi ditunda selama lebih dari satu tahun.