Bisnis.com, JAKARTA—Kuasa hukum perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Harapan Hibrida Kalbar, Yuliani, menilai masalah perizinan usaha bukan merupakan kompetensi pengadilan untuk mengujinya.
Dia mengatakan hal tersebut dalam sidang lanjutan sengketa lahan seluas 236.694 hektare antara Gusti Mardansyah, ahli waris pemilik tanah dan delapan perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11/2013).
Persoalan perizinan dalam kegiatan usaha perkebunan tergugat II PT Harapan Hibrida, menurut dia, bukanlah menjadi kompetensi pengadilan mengujinya. Sebab, menurutnya, hal tersebut merupakan kewenangan badan administrasi negara dan peradilan tata usaha negara.
Gusti Mardansyah mengajukan gugatan terhadap delapan perusahaan perkebunan sawit karena memakai tanah seluas 236.694 hektare tanpa izin darinya.
Yuliani mengemukakan bahwa kewenangan negara dalam konteks Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah menguasai dalam pengertian termasuk mengatur dan memberikan hak atas tanah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, katanya, hak guna usaha (HGU) yang diperoleh tergugat II PT Harapan Hibrida adalah sah sesuai hukum berlaku.
Tuduhan tentang permasalahan izin lokasi yang dinyatakan tidak sesuai prosedur, menurutnya, merupakan tuduhan yang tidak benar. “Lagipula hal tersebut, bukan menjadi pokok masalah gugatan, sehingga tidak ada korelasi yuridis, antara masalah izin lokasi dan gugatan ganti rugi.”
Dia mengemukakan penggugat berbelit-belit dan mengaburkan gugatannya sendiri.
Sebelumnya, Kheng Darmawan, kuasa hukum penggugat, penggugat Gusti Mardansyah mengatakan klien nya mengklaim sebagai pemilik lahan seluas 236.694 hektare yang telah dijadikan areal perkebunan oleh delapan perusahaan itu.
Kedelapan perusahaan kebun sa wit yang digugat tersebut adalah tergugat I PT Usaha Agro Indonesia, tergugat II PT Harapan Hibrida, tergugat III PT Ayu Sawit Lestari, tergugat IV PT Harapan Sawit Lestari, tergugat V PT Indo Sawit Kekal.
Selain itu, tergugat VI PT Mitra Saudara Lestari , tergugat VII PT Berkat Nabati Sejahtera dan tergugat VIII PT Bumi Sawit Sejahtera, sedangkan dua tergugat lainnya adalah turut tergugat I Bupati Ketapang dan turut tergugat II Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang.
Menurut Kheng, kliennya memperoleh persetujuan dari para ahli waris atas lahan yang dimanfaatkan oleh delapan perusahaan, tanpa izin para ahli waris.