Bisnis.com, JAKARTA - Pemilik merek Kampus dan Campus berencana mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyangkut sengketa dengan pemegang merek Royal Campus.
Hampir 2 pekan lalu, majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan mengabulkan gugatan pembatalan merek Kampus dan Campus milik Teguh Handojo. Gugatan ini diajukan oleh Kawan Kusuma Salim yang merupakan pemegang merek Royal Campus.
Lantaran keberatan dengan putusan tersebut, pihak Teguh pun menyatakan bakal mengajukan kasasi. Kuasa hukum termohon Ludiyanto menyebutkan upaya hukum itu akan disampaikan pekan ini.
"Pernyataan kasasi minggu ini, setelah itu memori kasasinya kami lampirkan minggu depan. Yang penting tidak lewat waktu," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (1/10/2013).
Kasasi harus disampaikan paling lambat 14 hari setelah putusan diberitahukan.
Ludiyanto menerangkan kasasi diajukan karena majelis hakim yang diketuai oleh Gosen Butar-Butar mengesampingkan beberapa fakta dari termohon.
Pertama, hak kewajiban kliennya sebagai pemegang sah merek Kampus serta Campus.
Kedua, gugatan pembatalan merek ini seharusnya diajukan di domisili Teguh yakni Semarang, Jawa Tengah.
"Namun, hakim memaksakan perkara ini diperiksa di Jakarta Pusat," tuturnya. Menurut Ludiyanto, eksepsi kewenangan absolut tersebut sudah disampaikan dalam persidangan tetapi ditolak oleh majelis hakim.
Perseteruan antara para pemilik merek ini dimulai ketika Kawan mengajukan gugatan terhadap Direktorat Merek Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM serta Teguh.
Kawan mempermasalahkan diterimanya permohonan pendaftaran merek milik Teguh. Merek yang diperkarakan adalah Campus bernomor sertifikat 172697, 313885, 535424, IDM000379477 serta merek Kampus bernomor IDM000300138. Seluruhnya berada di kelas barang 16, yang antara lain melindungi kertas, karton, alat tulis menulis.
Pemohon menilai kata Kampus dan Campus adalah kata yang dimiliki oleh umum dan tidak memiliki daya pembeda sehingga tidak boleh digunakan sebagai merek. Penggugat mendasarkan hal ini pada Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Beleid itu menyatakan merek tidak dapat didaftarkan apabila bertentangan dengan peraturan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Pihak Kawan menilai tergugat I telah lalai dengan tidak melakukan pemeriksaan dengan baik terhadap kedua merek milik tergugat II. Ditjen HKI dipandang mengabaikan ketentuan Pasal 5 UU Merek, sehingga secara hukum kedua merek itu dapat diajukan pembatalannya oleh penggugat yang memiliki kepentingan langsung.
Lantaran tidak memiliki daya pembeda, penggugat memandang tergugat II mendaftarkan merek-mereknya dengan itikad tidak baik. Oleh karena itu, pihak Kawan meminta majelis hakim membatalkan merek-merek tersebut.
Dalam berkasnya, penggugat mengungkapkan tergugat II telah melaporkan mereka ke polisi karena mencantumkan kata Royal Campus pada produk buku tulis mereka. Alasannya, Kawan dipandang melanggar Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 94 UU Merek.
Padahal, menurut Kawan, kata Royal Campus adalah kata yang bebas digunakan oleh pihak manapun karena belum terdaftar di Ditjen HKI. Penggugat menerangkan mereka sudah mengajukan permohonan pendaftaran merek dagang Royal Campus ke Ditjen HKI, dan saat ini masih dalam pemeriksaan substantif.
Penggugat mengklaim merek Royal Campus belum pernah didaftarkan oleh pihak manapun ke Ditjen HKI. Selain itu, mereka menyatakan banyak merek yang menggunakan kata Campus seperti Dian Campus, Maxi Campus, MM Campus, Campus House, dan Dunia Campus. Semua merek ini telah diterima pendaftarannya oleh instansi itu.
Kuasa hukum penggugat Edward Lontoh sebelumnya mengatakan kliennya tidak mengetahui keberadaan merek Kampus dan Campus sebelum tergugat II melaporkan Royal Campus ke polisi. (AMA)