Bisnis.com, JAKARTA—Meningkatnya biaya pengapalan antar ekonomi anggota APEC menjadi tantangan bagi Indonesia ditengah upaya perundingan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai ekspor ke wilayah tersebut.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan adanya fasilitasi yang diberikan APEC membawa dampak positif terhadap perdagangan ekonomi anggota. Pada 2008, negara anggota APEC melakukan ekspor maupun impor dengan rata-rata waktu selama 14,5 hari. Adapun, lama waktu pengapalan antarnegara menjadi lebih singkat pada 2012 yakni 12,9 hari.
“Ternyata biaya ekspor impor ekonomi anggota APEC justru memiliki kecenderungan naik pada periode tersebut. Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan perdagangannya tidak sebanding dengan peningkatan infrastruktur,” kata Bayu kepada wartawan di kantornya, Jumat (27/9/2013).
Dia menjelaskan biaya pengapalan rata-rata 21 ekonomi anggota APEC sekitar US$878 per kontainer. Namun, biaya tersebut mengalami kenaikan 3,6% menjadi US$910 per kontainer selang 4 tahun.
Bayu berpendapat masalah daya dukung infrastruktur bukan hanya menjadi isu utama bagi Indonesia. Para negara anggota APEC juga mendapatkan tekanan yang sama dengan kenaikan biaya ekspor meskipun lama waktu pengiriman menjadi lebih cepat.
Pihaknya akan tetap memperjuangkan upaya peningkatan pengapalan ke wilayah tersebut. Setidaknya nilai ekspor sebesar US$139,9 miliar pada 2012 bisa dipertahankan pada akhir tahun ini. Perdagangan di wilayah APEC menjadi penting karena mampu berkontribusi hingga 69,8% total ekspor Tanah Air di seluruh dunia.
Dia merinci dari total ekspor tersebut sebesar US$103 miliar berasal dari sektor non migas, sedangkan migas mencapai US$36,9 miliar. Non migas didominasi oleh komoditas karet dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masing-masing senilai US$5,5 miliar.
Adapun, ekspor dari sektor migas yang terbesar terdiri dari gas alam senilai US$15 miliar, minyak mentah US$11,5 miliar, dan batubara sebesar US$7 miliar.
Di sisi lain, imbuhnya, ternyata Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan dengan ekonomi anggota APEC sebesar US$7 miliar. Menurutnya, hal ini juga yang perlu dicermati.
Sementara itu, tantangan lain yang menjadi sorotan dalam APEC adalah kesenjangan antarnegara anggota. Fasilitasi perdagangan yang diberikan telah membawa manfaat bagi seluruh anggota baik negara besar maupun yang masih berkembang.
“Negara berkembang memang mencatatkan pertumbuhan, tetapi negara besar tetap tumbuh lebih tinggi dan meninggalkan gap lebar,” ujarnya.
Bayu menuturkan total nilai perdagangan APEC yang mencapai US$17 triliun telah berkontribusi terhadap 45% total perdagangan dunia. Dengan GDP sebesar US$30triliun-35 triliun, dengan 2,8 miliar penduduk, ekonomi anggota APEC menyumbang 55%-60% total GDP dunia.