Bisnis.com, PEKANBARU - Para calon investor di bidang pengolahan kelapa sawit di Provinsi Riau terganjal Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26 Tahun 2007 yang hingga kini belum juga direvisi.
Hamsani Rahman, Kabid Fasilitasi dan Kerjasama Penanaman Modal dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Riau mengatakan hingga kini, masih banyak calon investor yang datang padanya untuk menggali informasi terkait investasi turunan kelapa sawit di Riau.
“Ada [calon investor] dari China, Korea, ada juga grup Ilham Habibie, putranya Pak Habibie, dia membawa teman-temannya dari Jerman, mau berinvestasi di bidang turunan CPO. Tapi kendalanya mereka ngga punya kebun,” ujarnya, Selasa (24/9/2013).
Para calon investor merasa terganjal oleh Permentan 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Dalam pasal 10 disebutkan bahwa usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit, untuk mendapatkan IUP-P (Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan) harus memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri.
Aturan tersebut dinilai menghambat minat investor untuk berinvestasi di sektor hilir kelapa sawit. Pasalnya, untuk membangun pabrik kelapa sawit (PKS), investor mesti memiliki lahan untuk kebun dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan, untuk mendapatkan lahan seluas ketentuan tersebut di Riau pada saat ini sangatlah sulit.
Berdasarkan dokumen yang dikutip Bisnis, Selasa (24/9/2013), BPMPD Provinsi Riau sudah resmi mengajukan surat ke instansi terkait di Jakarta sejak Mei 2013, untuk memohon revisi Permentan 26/2007.
“Kami sudah menyurati BKPM untuk memberi kelonggaran kepada Riau untuk merevisi Permentan itu, agar investor diperkenankan membangun pabrik tanpa kebun, tapi mereka bisa bermitra dengan masyarakat,” ujarnya.