Bisnis.com, Kuala Lumpur - PT Koba Tin akan mencari arbitrase internasional jika pemerintah Indonesia tetap tidak memperpanjang kontrak karya (KK) perusahaan timah itu.
Chief Executive Malaysia Smelting Corp Bhd Mohammad Ajib Anuar mengatakan mereka meminta pemerintah Indonesia agar lebih terbuka pada pengusaha asing terutama tambang, mengingat pelemahan mata uang Rupiah dalam beberapa waktu ini.
"Pada ketentuan KK, Koba Tin berhak memperpanjang kontrak kedua untuk 10 tahun hingga 2023," ujarnya seperti yang dikutip dari Reuters, Kamis (19/9).
Menurut dia, Pemerintah Indonesia lama dalam mengambil keputusan. Pada awalnya, mereka melarang KK Koba Tin diperpanjang dan diambil oleh PT Timah (Perseroan) Tbk. Lalu, Pemerintah melunak dan melakukan tinjauan ulang pada wilayah tambang yang berada di Kepulauan Bangka-Belitung tersebut.
Koba Tin berencana mengajukan arbitrase di Singapura. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, jika perusahaan tersebut akan mencari arbitrase, itu adalah hak mereka. Hatta mengatakan pemerintah telah satu suara pada permasalahan Koba Tin. Rencana pemerintah untuk tidak memperpanjang KK tambang timah tersebut karena telah mengalami kerugian berturut-turut hingga 2009.
Namun, Mohammad membela sebagai investor asing mereka juga berhak untuk mendapat perlakuan yang adil dari pemerintah. Pernyataan tersebut dilontarkan karena mereka telah menanamkan investasi yang signifikan di Indonesia.
Penghasilan Koba Tin yang menurun, ujar Mohammad, karena ada ketidakpastian kebijakan. Hal ini memicu adanya perselisihan di dalam kepemilikan saham. Perusahaan itu siap untuk berinvestasi US$50 juta untuk mengeksplorasi dan mengekploitasi tambang timah yang diperkirakan memiliki potensi 50.000 ton untuk 10 tahun tersebut. Dia menambahkan, jika permasalahan perselisihan teratasi, maka Koba Tin dapat meraup untung hingga US$18.000 per ton.