Bisnis.com, JAKARTA - Di hutan Teutoburg, dekat dengan Detmold, Jerman sekarang, pada 9 M, lebih dari 20.000 tentara Romawi terbantai oleh pemberontak Germania.
Peristiwa kekalahan Romawi di hutan Teutoburg adalah contoh perang asimetris, yaitu perang yang tidak mengandalkan kekuatan yang berimbang dan aturan main yang sama.
Mereka menanti untuk menyerang di medan yang tidak dikuasai lawan, sehingga segala kekuatan lawan menjadi tidak relevan. Dalam sejarah, kejadian seperti itu berulang.
History repeats for those who don’t learn. Pihak yang lemah selalu melancarkan strategi perang asimetris untuk menghadapi lawan yang lebih kuat.
Kisah hidup seorang anggota korps Bhayangkara yang kembali berakhir nahas diberondong timah panas baru-baru ini mirip pola pemberontak Germania. Aksi teror berujung kematian terhadap aparat kepolisian adalah sebuah taktik gerilya. Serangan dilakukan ketika musuh lengah. Strateginya: serang dan lari (hit and run).
Di Jl HR Rasuna Said, persis di depan Gedung KPK, Bripka Sukardi yang tengah mengawal truk bermuatan bahan konstruksi kembali ke pangkuan Sang Pencipta.
Sebelumnya, pada 27 Juli 2013, anggota Satlantas Polres Jakarta Pusat Aipda Fatah Saktiyono ditembak di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Lantas, pada 7 Agustus 2013, anggota Polsek Cilandak Aiptu Dwiyatno meregang nyawa ditembus peluru panas, juga di kawasan Ciputat. pUN pada 16 Agustus 2013, dua anggota Polsek Pondok Aren, Tangerang Selatan, yakni Aiptu Koeshendratna dan Bripka Ahmad Maulana MENGALAMI nasib tragis serupa.Teror pun berlanjut.
Para pelaku penembakan ketika tidak menyerang, mereka tidak terlihat. Mereka ingin mengubah ukuran menang-kalah. Eksistensi harus dipertahankan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak dapat tertumpas habis.
Menko Polhukam, Polri, Badan Intelijen Negara, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme masih sebatas menduga-duga. Mereka menduga pelaku teror ialah kelompok teroris dengan latar belakang dendam. Dendam karena banyak rekan mereka yang ditangkap atau tewas didor Densus 88 Antiteror.
Teror terhadap polisi yang terus berulang merupakan persoalan yang amat serius. Amat serius karena Polri ialah alat negara untuk menegakkan keamanan, menjaga ketertiban, dan melindungi rakyat dari tindak kekerasan.
Sesegera mungkin kita mengharapkan Polri menangkap pelaku yang masih bebas berkeliaran dan sewaktu-waktu bisa kembali menebar teror. Pihak kepolisian harus dapat cepat merespon untuk menangani permasalahan terhadap penembakan aparatnya. Sebab, jika tidak cepat diselesaikan makan dikhawatirkan akan timbul aksi penembakan susulan.
Pengirim:
T. Hardi Sujono
Jalan Tumenggung Jaya, Rajabasa Bandar Lampung