Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inpres UMP 2014, Organisasi Buruh di Jabar Siap Uji Materi ke MK

Bisnis.com, BANDUNG - Organisasi buruh di Jawa Barat siap mengajukan uji materil melalui Mahkamah Konstitusi jika pemerintah ngotot menerbitkan instruksi presiden terkait upah minimum provinsi (UMP) 2014.Buruh yang tergabung dalam beberapa organisasi

Bisnis.com, BANDUNG - Organisasi buruh di Jawa Barat siap mengajukan uji materil melalui Mahkamah Konstitusi jika pemerintah ngotot menerbitkan instruksi presiden terkait upah minimum provinsi (UMP) 2014.

Buruh yang tergabung dalam beberapa organisasi seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, dan Gaspermindo menolak rencana dikeluarkannya inpres tersebut.

Ketua SPN Jawa Barat Iwan Kusmawan mengatakan poin kebijakan kenaikan upah minimum ditinjau hanya 2 tahun sekali. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88 dan 89 yang menyebutkan kenaikan upah minimum dilakukan 1 tahun sekali.

"Kalau inpres ini dilaksanakan, itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada," ujarnya, Kamis (12/9).

Menurutnya, kenaikan upah minimum yang ditinjau 2 tahun sekali justru hanya menguntungkan kalangan pengusaha. Tetapi, buruh akan tersiksa karena upah mereka hanya naik 2 tahun sekali.

Pihaknya akan meminta DPRD Jawa Barat membuat rekomendasi menolak rencana dikeluarkannya inpres tersebut, serta mendesak agar UU 13 tahun 2003 diamandemen agar lebih berpihak dan menguntungkan buruh. Apabila Inpres disahkan, SPN siap mengajukan uji materil.

"Gejolak ketenagakerjaan juga akan lebih besar dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya jika inpres ini dikeluarkan," tegasnya.

Dihubungi terpisah, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengajak buruh dan pengusaha duduk bersama dalam membahas permasalahan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jawa Barat.

Menurutnya, jika melalui komunikasi yang baik, persoalan UMK yang selalu muncul setiap tahunnya bisa teratasi dengan baik juga.

Deddy mengatakan, buruh dan pengusaha memiliki posisi dan derajat yang sama, sehingga jangan ada pihak yang merasa superior dalam menentukan besaran UMK. Dirinya pun menilai, penentuan UMK seharusnya mampu menguntungkan buruh dan pengusaha.

"Demi kebaikan bersama. Buruh juga tidak mau pabrik tutup karena beban upah yang harus dipenuhi sesuai tuntutan buruh," kata Deddy.

Deddy pun mengaku pihaknya siap memfasilitasi pertemuan antara buruh dan pengusaha. Kendati begitu, dirinya meminta persoalan UMK ini tidak ditunggangi kepentingan politik.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat justru meminta kepastian pemerintah yang berencana membuat Inpres untuk pedoman upah minimum provinsi (UMP).

Ketua Apindo Jabar Deddy Widjaya mengaku hingga kini pihaknya belum bisa menentukan langkah untuk menetapkan UMP sebelum adanya Inpres tersebut. “Kami lagi menunggu keputusan itu. Apakah nantinya UMP merujuk kebutuhan hidup layak (KHL) atau yang lain,” katanya, Kamis (12/9).

Apindo menilai apapun isi Inpres nantinya harus menyelamatkan semua pihak, baik pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Pihaknya saat ini sedang memantau perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa yang dinilai membaik sehingga bisa berdampak positif bagi Indonesia.

“Kami sedang menunggu keputusan The Fed, apakah nanti ekonomi dunia membaik atau tidak. Dari sana, kami bisa melihat besaran UMP yang akan diajukan nantinya,” ujarnya.

Menurutnya, ekonomi dunia bisa mempengaruhi inflasi Indonesia yang diprediksi pada tahun ini mencapai 9%. Apindo  berkeinginan UMP industri padat karya tidak lebih dari 5%. Pihaknya juga mendesak pemerintah daerah mematuhi Inpres tersebut.

Berdasarkan pengalaman, ungkapnya, banyak pemda yang membuat kebijakan UMP sendiri dengan mengabaikan aturan yang dibuat pemerintah pusat. Meski demikian, pihaknya menyetujui formula kenaikan UMK tahun depan yang ditetapkan pemerintah.

Selain itu, Apindo juga berapresiasi langkah pemerintah yang mencabut aturan mengenai ekspor tambang sehingga kalangan pengusaha bisa kembali bergairah.

Menurut Deddy, jika aturan tersebut tidak dicabut, maka neraca defisit Indonesia akan semakin terpuruk.

“Langkah pemerintah sudah bagus seperti itu. Seharusnya aturan tersebut dicabut pada awal Januari 2014, namun akibat defisit neraca yang terus-menerus akhirnya pemerintah mencabutnya.”

Kabid Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Jabar Johny Darma mengemukakan pihaknya belum bisa menentukan jumlah kenaikan UMP 2014, karena harus melalui survei Badan Pusat Statistik.

"Adapun tuntutan dari serikat pekerja buruh meminta kenaikan sebesar 50%, mereka juga harus memperhatikan gejolak makro ekonomi saat ini."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Adi Ginanjar/Wandrik Panca Adiguna

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper