Hasil rapat kerja nasional (Rakernas) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 2013 yang berakhir kemarin mungkin tidak seperti yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat.
Kita tahu, sebelum mulai Rakernas PDI-P itu, banyak suara yang menginginkan supaya partai oposisi ini segera mengumumkan nama calon presiden yang akan diajukan dalam Pemilu 2014. Wajar saja, sejumlah partai lain sudah menetapkan calon atau bakal calon yang akan masuk gelanggang pemilihan presiden 2014.
Di sisi lain—entah kebetulan atau tidak—dalam berbagai survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga surve,i kandidat calon presiden yang bakal dipilih rakyat, justru kader PDI-P yang sedang menjabat Gubernur DKI, Joko Widodo, selalu menduduki peringkat atas. Jadi tidak heran bila pekan lalu banyak desakan dari internal maupun eksternal agar partai berlambang banteng moncong putih itu dapat mengumumkan calon presidennya sebagai salah satu hasil dari rakernas.
Terlebih saat pembukaan rakernas, Jokowi diberi tugas membacakan sebagian surat Presiden Soekarno yang ditulis tahun 1966, Dedication of Life, yang menggambarkan pentingnya pengabdian kepada rakyat dan negara. Meski sekilas hanya membaca, namun ini menunjukkan sinyal penting bahwa Jokowi harus benar-benar mengabdi bagi rakyat dan negara.
Bahkan dalam pidato pembukaan rakernas, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pun memberikan sinyal lagi, bahwa partai itu berhasil melakukan regenerasi dan menghasilkan sejumlah pemimpin muda yang andal seperti Jokowi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Banten Rano Karno dan beberapa nama lainnya. Khusus untuk Jokowi, Megawati menambahi bahwa mantan Walikota Solo itu mendapat getaran Bung Karno.
Namun harapan banyak pihak dan sejumlah sinyal tersebut ternyata tidak tertulis eksplisit dalam hasil rekomendasi yang dihasilkan rakernas. Dari 17 butir rekomendasi, hanya 3 hal yang berkaitan dengan persoalan kepemimpinan nasional. Sisanya lebih menyikapi aneka persoalan mutakhir saat ini.
Ketiga rekomendasi terkait dengan kepemimpinan nasional itu antara lain menyebutkan bahwa kepemimpinan nasional yang disiapkan oleh PDI Perjuangan merupakan kepemimpinan transformatif yang mampu menghadapi tantangan politik, ekonomi, dan sosial yang tidak ringan. Oleh karena itu kualifikasi kepemimpinan nasional selain memenuhi aspek ideologis, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung PDI Perjuangan harus mampu mengelola negara secara konsisten berprinsip pada Pancasila dan UUD 1945, didukung kemampuan manajemen pemerintahan yang andal, serta mempunyai agenda transformasi kepemimpinan nasional.
“Dan merekomendasikan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan agar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden disampaikan pada momentum yang tepat sesuai dengan dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal partai, dan kepentingan ideologis partai,” demikian rekomendasi terakhir rakernas.
Pening
Mungkin banyak yang kecewa kenapa PDI-P tidak mengumumkan siapa calon presiden yang akan diajukan pada pemilihan presiden 2014. Namun ini langkah cerdik PDI-P, untuk menghindari aneka serangan dini terhadap calonnya maupun terhadap partai.
Megawati jelas masih ingat pengalaman buruk 2008, saat sudah ditetapkan untuk bertarung dalam Pemilu 2009, setelah itu aneka serangan untuk mengerdilkan PDI-P mulai bermunculan dan sukses menjungkalkan perolehan suara partai itu.
“Kalau Jokowi diumumkan sekarang sebagai calon presiden, memang akan muncul aneka serangan untuk menghambatnya,”kata Mas Tomy, teman saya yang alumnus Fisipol UNS dan memiliki kemampuan analisa sosial politik yang mumpuni.
Namun, lanjut dia, berbagai serangan itu justru akan semakin membuat nama Jokowi kian dikenal dan akan semakin dipilih masyarakat. Posisi PDI-P yang secara nasional sebagai partai oposisi sangat menguntungkan sekarang dengan aneka persoalan yang sedang melilit partai koalisi pemerintah sehingga hampir dapat dipastikan PDI-P bisa meraup suara mayoritas dalam Pemilu 2014.
“Sedangkan sebagai Gubernur DKI, hanya dalam 10 bulan Jokowi bisa merampungkan sejumlah persoalan yang selama ini dipandang tidak mungkin diselesaikan di Jakarta. Paling fenomenal soal Tanah Abang itu. Selama 10 bulan ini, aneka serangan ke Jokowi justru semakin mengibarkan namanya, sementara yang menyerang malah kehilangan pamornya. Catat itu,”tegas Tomy.
Lebih jauh Mas Tomy yang kelahiran Kampung Macanan, Solo ini menambahkan ada dua skenario yang dianggap paling realistis dan masuk akal soal calon presiden dari PDI-P.
Pertama, Megawati menjadi capres, dan Jokowi mendampinginya sebagai cawapres. Dengan segala plus minusnya, skenario ini dinilai sebagai pilihan moderat. Untuk mengamankan skenario itu, PDI-P jelas harus mampu meraup suara di atas 20% sebagai ambang batas minimal untuk bisa mengajukan sendiri paket capres-cawapres.
Skenario kedua, Megawati memutuskan menjadikan Jokowi sebagai capres PDI-P. “Problemnya, siapa yang akan mendampingi Jokowi sebagai cawapres? Apakah dari kader internal atau eksternal?”kata Tomy.
Bagi saya, justru itu yang dipikirkan oleh Megawati semenjak beberapa bulan lalu hingga sekarang. Bukan siapa yang akan diusung menjadi calon presiden dari PDI-P, namun siapa yang akan digadang menjadi calon wakil presiden?
Soal presiden, melihat konsistensi pidato Megawati kemarin sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah Jokowi.
Pendampingnya? Ya orang yang bisa membantu Jokowi—jika menang—mengelola negara tetap konsisten pada Pancasila dan UUD 1945 dan memiliki kemampuan manajemen pemerintahan yang andal. Tambahan lagi, dia juga harus tahu memposisikan diri sebagai orang nomor dua.
Gampangnya, seperti yang dilakukan oleh Basuki T. Purnama alias Ahok dalam menjalankan fungsi selaku wakil gubernur DKI. Suka tidak suka, harus diakui, tanpa wakil gubernur yang kontroversial seperti Ahok, Jokowi belum tentu seberhasil seperti sekarang di Jakarta.
Jadi siapa sosok yang bisa mengimbangi Jokowi nanti? Mungkin ini yang bikin pening Megawati. Belum lagi, bila Jokowi benar jadi presiden, PDI-P harus menyiapkan pengganti untuk menjadi wakil gubernur DKI.
Atau biar mudah, mungkin perlu dibikin aturan baru, presiden dan wakil presiden RI secara ex-officio merupakan gubernur dan wakil gubernur DKI. Ngirit kan pembayaran gajinya…?
Artikel Sebelumnya: