Bisnis.com, BANDUNG--Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyusun program untuk mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia sebagai jaminan sosial bagi masyarakat miskin.
Ketua Presidium ICMI Marwah Daud Ibrahim mengatakan program yang tengah disusun berupa sinkronisasi program jaminan sosial berbasis zakat, infak, sadaqoh dengan program BPJS milik pemerintah mulai berlaku awal 2014.
Akan tetapi, dalam hitungan ICMI, BPJS yang harus mengkaver 96,7 juta masyarakat miskin di Indonesia masih menyisakan 10,3 juta masyarakat miskin.
“Kami ingin program zakat, infak, sadaqoh ini menjadi jaminan sosial dan kesehatan. Karena masih ada 10,3 juta masyarakat miskin yang belum terkaver. Itu kita anggap sebagai tantangan yang bisa diatasi dengan mengelola zakat,” katanya, Sabtu (7/9/2013).
Program ini, menurutnya, mampu berjalan melihat potensi zakat di Indonesia dalam setahun mencapai Rp267 triliun.
Dalam musyawarah 'Jaminan Sosial dan Perlindungan Kesehatan Berbasis Zakat' yang digelar di Kampus Unpad Jatinangor, Sumedang tersebut pihaknya merumuskan bagaimana model jaminan sosial berbasis zakat, infak, sadaqoh, serta pola pengumpulan dan penyalurannya.
Marwah mengatakan model tersebut tetap disesuaikan dengan Undang-undang karena ini jaminan sosial dan kesehatan yang tergolong baru.
Menurutnya, dalam musyawarah diusulkan supaya ada lembaga koordinasi yang terdiri dari unsur pemerintah, lembaga pengumpul zakat baik negeri maupun swasta.
"Beberapa instansi tersebut akan bersinergi secara nasional. Di tingkat provinsi, lembaga koordinasi ini akan mendapat payung hukum berupa peraturan daerah,” tuturnya.
Jika hasilnya sudah matang daerah yang pertama kali akan menerapkan jaminan sosial berbasis zakat ini adalah Jawa Barat.
Dia menargetkan program ini akan diujicobakan di Jabar pada akhir tahun ini. Tetapi, sebelum uji coba, model tersebut akan dipresentasikan dalam acara Silatnas ICMI 20 Desember 2013.
ICMI memilih Jabar sebagai pilot project jaminan sosial berbasis zakat dengan pertimbangan jumlah penduduk yang besar dan juga sebagai provinsi yang memiliki kantong kemiskinan terbesar di Indonesia.
Setelah sukses bergulir di Jabar, konsep ini diharapkan akan dipraktikan ke 33 provinsi di Indonesia lainnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan siap bekerja sama dengan ICMI yang masih menggodok konsep baru ini.
Selama ini, pengumpulan dan penggunaan zakat di Jabar sudah terjadi.
Tinggal koordinasi dan pendayagunaannya supaya lebih transparan. Sekarang di provinsi ada unit pengelolaan zakat, di kabupaten/kota juga ada, lalu di perusahaan ada.
"Artinya, ini tinggal disinkronkan kemudian menjadi program bersama,” ungkapnya.
Dengan adanya konsep ICMI ini bukan berarti zakat dikumpulkan di satu lembaga. Heryawan mengatakan zakat tersebut tidak harus dikumpulkan di satu lembaga, namun yang perlu dilakukan adalah sinkronisasi dan kordinasi antarlembaga.
Heryawan mengatakan zakat selama ini dibagi ke perorangan dalam jumlah sangat kecil sehingga manfaatnya tidak membekas.
Kondisi ini tidak sepenuhnya keliru, namun akan lebih optimal pemanfaatannya bila dialokasikan, misalnya sebagai solusi atas masalah kesehatan dan ekonomi masyarakat.
"Lebih produktif tentu bila zakat dimanfaatkan untuk jaminan sosial dan kesehatan. Begitu pula dipakai untuk melahirkan usahawan baru, sehingga yang dulunya penerima zakat menjadi pemberi zakat," katanya.
Heryawan optimistis dapat menjalankan program jaminan sosial dan perlindungan kesehatan berbasis zakat untuk seluruh warga Jabar.
Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat ICMI Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar perumusan landasan hukumnya program tersebut nanti tidak bertabrakan dengan aturan yang ada melainkan saling menguatkan.
“Peraturan daerah yang dibuat nantinya harus memperhatikan perundang-undangan yang mengatur seputar zakat maupun soal jaminan sosial dan kesehatan,” katanya. (ra)