Bisnis.com,JAKARTA --Konvensi bakal calon presiden (capres) yang digelar oleh Partai Demokrat seolah menjadi bagian dari membangun tradisi baru, meski sejatinya tidak teramat baru di panggung politik nasional.
Sebelum partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Presiden RI itu menjaring capres dengan pola konvensi, Partai Golkar jauh telah memulai tradisi itu sebelum perhelatan pemilihan umum (Pemilu) 2004.
Suhu politik yang terjadi saat konvensi Golkar waktu itu kurang lebih sama yang terjadi dengan Demokrat saat ini.
Golkar waktu itu masih dipimpin oleh Akbar Tandjung. Banyak kalangan menyebut konvensi yang digelar oleh Golkar hanya bagian dari cara melegitimasi Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum untuk maju sebagai capres Golkar.
Nyatanya, Akbar tersungkur. Pemenang konvensi justru Wiranto-kini capres Partai Hanura.
Golkar dalam Pemilu 2004 tampil sebagai pemenang dengan meraih suara 21,58%. Rupanya, kemenangan Golkar di pemilu legislatif, tidak menjadikan partai itu solid memenangkan pemilu presiden.
Wiranto yang dipasangkan dengan Sholahuddin Wahid kalah dalam putaran pertama. Praktis, mesin Golkar dalam pemilu presiden saat itu tak berfungsi sama sekali.
Kini, 'kegagalan' Golkar dalam membangun tradisi konvensi coba dilanjutkan setidaknya ditata oleh Demokrat yang sejatinya belum bisa lepas sepenuhnya dari badai internal partai.
Ada yang menyebut upaya Demokrat membangun konvensi itu sebagai cara mendongkrak elektabilitas yang tengah terpuruk, meski ada pula yang menyebut positif sebagai tradisi baru menjaring capres yang mumpuni.
Memang menarik mencermati konvensi yang digelar Demokrat ini. Namun, jauh lebih menarik memperhatikan kekuatan ekonomi di belakang para peserta konvensi.
Komite konvensi telah menetapkan 11 nama peserta, yakni Ali Masykur Musa, Anies R. Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, dan Sinyo H. Sarundajang.
Jelas, konvensi itu membutuhkan modal yang tak sedikit. Tak mungkin, peserta konvensi yang jumlahnya sampai 11 orang hanya bermodal 'nekad'. Apalagi sebagian di antara peserta itu merupakan orang-orang yang memiliki latar belakang bisnis mapan.
Sebut saja Gita Wirjawan. Gita, kini Menteri Perdagangan merupakan pendiri Ancora Capital salah satu perusahaan investasi yang bergerak di sektor energi dan sumber daya alam.
Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), bisnis Ancora melalui PT Ancora Indonesia Resources Tbk dalam kurun waktu awal Juli 2013 dan akhir Agustus 2013, menandatangani fasilitas bank garansi melalui PT Bank Mandiri Tbk dan anak usaha syariahnya.
Jumlah fasilitas bank garansi yang awalnya US$5 juta, meningkat menjadi US$10 juta diterima oleh PT Bormindo Nusantara, anak usaha Ancora Resources. Total fasilitas pinjaman yang diterima Bormindo sebesar US$26 juta ditambah Rp68,1 miliar.
Selain itu, Bormindo juga memperoleh fasilitas pinjaman yang nilainya melebihi 20% dari ekuitas perseroan sekitar Rp149,93 miliar melalui Bank Syariah Mandiri.
Gita memang sudah tidak tercatat di jajaran komisaris maupun direksi aktif Ancora Indonesia Resources. Komisaris Utama Ancora Resources tercatat atas nama mantan Kapolri dan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto.
Namun, dalam laporan tahunan 2012 nama Gita Wirjawan masih bertengger sebagai pemegang saham utama dengan kepemilikan 96% di Ancora Resources.
Meski pinjaman tersebut murni untuk aktivitas usaha, tetapi di tengah suhu politik jelang pemilu apalagi terkait suksesi kepemimpinan nasional seperti yang terjadi saat ini, tentu hal itu menjadi titik perhatian menarik.
Sosok Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina boleh jadi satu-satunya peserta konvensi dari kalangan intelektual dan akademisi. Namun, kehadiran Anies pun bukan berarti tanpa modal.
Anies banyak disebut sebagai kawan akrab Agus Lesmono semasa kuliah. Agus Lesmono merupakan pendiri PT Indika Energy Tbk.
Nama Anies pun pernah masuk sebagai salah satu komisaris di PT Petrosea Tbk-anak usaha Indika Energy- sebelum akhirnya megundurkan diri pada Mei 2013.
Nama lain dengan modal ekonomi kuat yakni Dahlan Iskan. Menteri BUMN itu merupakan pemilik jaringan surat kabar terbesar Jawa Pos Group. Konon, Dahlan datang ke konvensi Demokrat atas undangan khusus Ketua Umum Partai Demokrat SBY.
Jangan lupakan pula sosok muda Dino Patti Djalal. Diplomat ulung itu sebentar lagi akan mengakhiri masa tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Modal diplomatik di Negeri Paman Sam tentu sudah digenggaman Dino yang digadang-gadang pula menjadi Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) yang masih dijabat rangkap oleh Chatib Basri.