Bisnis.com, WASHINGTON--Sekitar 100 pengunjuk rasa anti-perang dan sekitar 50 orang pendukung oposisi Suriah saling berhadapan di luar Gedung Putih, Sabtu (31/8/2013), saat Presiden Barack Obama mempertimbangkan serangan militer terhadap rezim Damaskus.
Polisi berkuda mencoba menengahi untuk memisahkan kedua kelompok itu, yang selama beberapa menit berada diambang bentrok.
"Situasi di Suriah sangat rumit, dan menjatuhkan bom ke situasi itu tidak akan menyelesaikan apa-apa, "kata Lacy MacAuley yang mengenakan ikat kepala "Tinggalkan Suriah".
"Ini tidak akan membuat rezim Bashar berhenti, itu tidak akan membuat militer Suriah berhenti," tambah perempuan 34 tahun itu.
"Kita memiliki terlalu banyak perang sekarang," kata Andrew Jones, seorang mahasiswa berusia 24 tahun merujuk pada Afghanistan.
"Itu bukan tugas kami," tambahnya. "Mereka negara mereka sendiri, mereka negara yang berdaulat dan mereka tidak menginginkan kita. Ditambah kedua belah pihak sama-sama mengerikan, kita tidak perlu masuk ke sana. "
Sementara itu, bagi Yahya Abo, seorang dengan kewarganegaraan ganda, Suriah dan Amerika Serikat, serangan ke Suriah akan memicu "perang besar, seperti Perang Dunia ketiga" yang akan menggoyahkan Timur Tengah.
Sekitar 50 pendukung oposisi Suriah sementara itu meneriakkan slogan-slogan menentang Presiden Bashar al-Assad, dengan salah satu pengunjuk rasa memegang tanda yang membandingkan Bashar dengan Adolf Hitler.
Jika Obama campur tangan di Suriah, "setiap hari dia akan menyelamatkan setidaknya 10.000 nyawa!" kata Bassem Sahyouni yang berusia 50 tahun.