BISNIS.COM, JAKARTA--Mediasi dalam sengketa saham perusahaan tambang emas Tujuh Bukit Banyuwangi tidak ada titik temu antara pengusaha tambang asal Australia, Michael Willis menggugat perusahaan asing Emperor Mines Ltd, Intrepid Mines Ltd dan satu perusahaan lokal PT Indo Multi Niaga.
“Tidak ada titik temu dalam mediasinya, sehingga dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkaranya,” ungkap Richard Lasut sebagai kuasa hukum Michael Paul Willis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2013).
Mediasi yang difasilitasi majelis hakim, katanya, tidak ada ditemukan jalan untuk menyelesaikan sengketa tersebut ke arah perdamaian. “Jadi, kita siap untuk dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkaranya,” tambah Richard.
Dalam perkara ini, penggugat Michael Paul Willis menggugat dua perusahaan asing dan satu perusahaan lokal Indonesia itu untuk membayar ganti kerugian sebesar AU$252,5 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun karena dipaksa untuk melepaskan hak atas proyek tambang emas tersebut.
Dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum ini, penggugat juga menggugat Chief Executive Officer Intrepid, Bradley Austin Gordon, General Counsel Intrepid, Vanessa Mary Chidrawi, dan para pemegang saham di PT Indo Multi Niaga.
Menurut penggugat para tergugat itu melakukan tindakan perbuatan melawan hukum setelah memaksa Willis menandatangani dokumen pada 21 April 2008 yang menimbulkan kerugian dirinya sebagai pemegang saham pada perusahaan yang mengelola tambang emas tersebut.
Dalam perjanjian tersebut, Willis dipaksa melepaskan hak atas proyek tambang emas Tujuh Bukit Banyuwangi dan memberikannya kepada Emperor Mines Ltd.
Sebelumnya, salah satu kuasa hukum Willis, Alexander Lay, mengatakan kliennya memiliki cukup bukti untuk mendukung gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat.
Dia menjelaskan kliennya pernah bermitra dengan Intrepid Mines Ltd dan Emperor Mines Ltd untuk menggarap konsesi ladang emas Tujuh Bukit Banyuwangi yang dikuasai PT Indo Multi Niaga.
Namun kemudian kerjasama tersebut terpecah karena PT Indo Multi Niaga beralih kepada seorang pengusaha nasional. Sengketa tambang emas yang memiliki potensi kandungan logam mulia sebanyak 2 juta ounce dan perak 80 juta ounce senilai Rp 50 triliun masih berkelanjutan proses hukumnya dengan pemeriksaan pokok perkara.
Kuasa hokum para tergugat, Harry Pontoh, mengatakan gugatan penggugat hanya akal-akalan untuk mengingkari atau membatalkan perjanjian pengakhiran dan penyelesaian dalam kerjasama dengan para tergugat. “Penggugat itu sudah menerima haknya sebesar US$2 juta, tapi sekarang mengajukan gugatan. Itu kan akalan-akalan saja,”katanya.
Selain itu, lanjutnya, para tergugat dengan penggugat telah menyepakati jika terjadi sengketa dalam bisnis tambang emas itu, maka domisili hukum yang dipilih adalah Queensland agreement di Australia.
“Bukan membawa perkaranya di peradilan di Indonesia, apalagi jumlah para tergugatnya yang berjumlah tujuh tergugat, empat di antaranya berdomisili di Australia,” katanya.