BISNIS.COM, JAKARTA—Amnesty Internasional menilai pemerintah Indonesia gagal untuk menegakkan keadilan di Aceh selama 8 tahun setelah berakhirnya konflik Aceh (2005-2008), yang telah memakan korban jiwa sebanyak 10.000-30.000 orang.
“Banyak diantaranya adalah penduduk sipil. Para korban dan keluarga mereka masih menunggu pihak berwenang Indonesia untuk menyediakan kebenaran, keadilan, dan pemulihan,” kata Isabelle Arradon, Deputi Direktur Asia-Pacific Amnesty International dalam acara “Press Conference Lauch Information Amnesty International after 8th Conflict Aceh’, di Jakarta, Kamis (18/4).
Kegagalan pemerintah itu menyebabkan penderitaan besar bagi para korban dan keluarga orang Aceh hingga kini. Dia menyatakan para keluarga korban masih tidak tahu apa yang terjadi kepada keluarganya yang hilang dan sulit untuk menerima kenyataan, sedangkan para pihak yang bertanggung jawab hidup bebas.
Sebelumnya, konflik Aceh mulai terjadi antara gerakan pro-kemerdekaan bersenjata yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia pada 1976. Konflik memuncak pada 1976 selama operasi-operasi militer antara 1989 sampai perjanjian damai ditandatangani pada 2005.
Perjanjian damai 2005 tersebut menyerukan pembentukan pengadilan hak asasi manusia (HAM) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bagi Aceh.
“Namun dua-duanya belum ada hingga saat ini. Sangat sulit bagi mereka bertanggung jawab bagi kejahatan HAM yang serius dibawa ke muka hukum, sementara upaya untuk menyediakan pemulihan bagi para korban tidak memadai,” ujarnya.
Amnesty Internasional juga mencatat serangkaian kejahatan yang dilakukan oleh anggota pasukan keamanan dan kelompok pendukungnya terhadap penduduk sipil, yang mencakup pembunuhan di luar proses hukum, penghilangan paksa, dan penyiksaan.
Selain itu, kejahatan juga dilakukan oleh gerakan Aceh merdeka (GAM), termasuk penyanderaan dan pembunuhan dengan target yang dianggap berhubungan dengan pemerintah.
Pada kesempatan yang sama, salah seorang korban pelanggaran HAM Aceh sekaligus penasehatan Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2PHAU), Murtala, menyesalkan pemerintah Indonesia belum mengakui adanya pelanggaran HAM yang dialami oleh rakyat Aceh. (if)