Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KETERWAKILAN PEREMPUAN Diusulkan Wajib Minimal 30%

BISNIS.COM, JAKARTA—Keterwakilan perempuan paling tidak 30% dalam proses pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan dinilai wajib hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.

BISNIS.COM, JAKARTA—Keterwakilan perempuan paling tidak 30% dalam proses pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan dinilai wajib hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Peningkatan keterwakilan perempuan dalam lembaga publik bukan hanya untuk kepentingan perempuan, melainkan wujud keseteraan dan keadilan bagi perempuan dan laki-laki," kata Titi Sumbung, Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik (PD Politik), dalam konferensi pers Juducial review uu pemilu untuk komitmen terhadap kewajiban pemenuhan keterwakilan perempuan di Jakarta  hari ini, Selasa (16/4/2013).

Menurutnya, baik laki-laki maupun perempuan sebagai warga negara harus menunaikan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C (2), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28 I ayat (2,4,5) UUD NRI 1945.

Dia menegaskan ketertinggalan bangsa Indonesia juga dipengaruhi oleh ketertinggalan perempuan dari 3 bidang, di antaranya segi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Berdasarkan data Human Development Report UNDP pada 2011, capaian Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (HDI) berada di peringkat 124 dari 185 negara di dunia.

"Bila indeks HDI ini dipilah dari jenis kelamin, terlihat ketertinggalan perempuan di Indonesia di ketiga bidang tersebut [pendidikan, kesehatan, dan ekonomi/standar hidup layak]," jelasnya.

Tingkat kemajuan perempuan, tuturnya, yang jumlahnya separoh penduduk Indonesia juga berpengaruh terhadap kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Saat ini jumlah keterwakilan perempuan dalam parlemen sebanyak 18%, naik 11-12% dari tahun sebelumnya.

"Tapi 30% keterwakilan juga bukan sekedar jumlah, melainkan juga kualitas SDM [perempuan] dan harus bisa membawa perubahan," katanya.

Sementara itu, tokoh penggiat keseteraan gender Sjamsiah Achmad, mengatakan kesulitan perempuan untuk memasuki berbagai bidang, khususnya politik, disebabkan oleh faktor sejarah dan undang-undang yang terlalu memojokkan kaum perempuan. Menurutnya, Undang-undang Perkawinan No 1/1974 harus segera dirubah.

"UU Perkawinan itu harus diganti. Dan jangan ada lagi [stereotif 3 M] yaitu 'masak, macak, manak'. Kemitraan dan sinergi dari perempuan dan lelaki harus setara dan adil. Ekonomi juga gak akan maju tanpa keterlibatan perempuan," tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Winda Rahmawati
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper