Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Kebijakan BBM Masih Berlarut-larut

BISNIS.COM, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk segera menentukan kebijakan subsidi bahan bakar minyak yang akan ditempuh guna memberikan kepastian bagi pasar. Eric Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank, mengungkapkan semakin cepat pemerintah

BISNIS.COM, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk segera menentukan kebijakan subsidi bahan bakar minyak yang akan ditempuh guna memberikan kepastian bagi pasar. 

Eric Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank, mengungkapkan semakin cepat pemerintah mengeluarkan kebijakan pengendalian subsidi BBM, semakin baik dampaknya terhadap fiskal dan moneter. 

"Makin cepat, makin baik, karena market butuh kepastian. Kalau berlarut-larut konsekuensinya ke defisit fiskal dan tekanan current account," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Minggu (14/04/2013). 

Idealnya, imbuh Eric, harga jual eceran BBM bersubsidi perlu dinaikkan. Namun, pemerintah harus memastikan bentuk kompensasi yang memadai apabila akan melakukan hal tersebut, terutama bagi rumah tangga miskin dan kelas menengah. 

Eric menuturkan pengambilan keputusan yang berlarut-larut menimbulkan skeptisisme di kalangan masyarakat. Apalagi opsi yang mengerucut adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi yang sudah diwacanakan sejak 2008 dan belum terealisir hingga kini. 

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Pembangunan Asia Edimon Ginting menuturkan lambannya pemerintah dalam memutuskan kebijakan terkait BBM bersubsidi mengindikasikan pertimbangan yang matang dari berbagai sisi. 

"Kebijakan ini memang sulit, karena itu pemerintah ingin sekali menyelesaikannya dengan baik. Yang pasti sudah ada pemahaman bahwa ini harus ada kebijakan, tetapi cara mana yang paling sesuai itu yang dicari, apakah pembatasan atau kenaikan harga," tuturnya.

Saat ini, imbuhnya, tidak ada dorongan yang bersifat darurat yang mengharuskan pemerintah segera mengambil kebijakan terkait subsidi BBM. Pasalnya, harga ICP relatif menurun, meskipun konsumsi berisiko membengkak. 

"Saya pikir yang urgensi tidak ada, lebih ke risiko yang sifatnya membuat fiskal lebih sehat, anggaran infrastruktur dan sosial lebih besar, dan posisi neraca perdagangan lebih baik," ungkapnya.

ADB merekomendasikan kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai solusi yang sederhana. Namun, kebijakan tersebut diakui akan berdampak besar terhadap inflasi, daya beli, dan roda perekonomian secara umum. 

Apabila opsi yang diambil pemerintah adalah penaikan harga, lanjutnya, timing harus mempertimbangkan pola inflasi tahunan. Sedangkan kebijakan pembatasan konsumsi BBM harus mempertimbangkan kesiapan implementasi secara matang. 

"Saya pikir kita tunggu saja. Kebijakan yang bagus tentu perlu waktu dan persiapan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper