BISNIS.COM, JAKARTA-- Komite Etik di Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertugas untuk mengusut pelaku pembocoran konsep surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama mantan ketua umum Partai Demokrat Anies Urbaningrum mengungkapkan kronologi peristiwa tersebut pada sidang terbuka.
"Pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah sebagai sekretaris ketua KPK," kata Wakil Ketua Komite Etik KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang terbuka Komite Etik yang dihadiri lima pimpinan dan karyawan KPK di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa proses penetapan status tersangka Anas Urbaningrum telah melalui proses penyelidikan sejak Juli 2012 dan berulang kali dilakukan ekspose (gelar perkara), antara lain 31 Oktober 2012 dan 23 November 2012.
"Penetapan Anas sebagai tersangka telah melalui prosedur internal KPK dan bukan karena intervensi dari siapapun juga, seluruh pimpinan telah menyepakati sejak Oktober dan November bahwa sudah diketemukan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan, hanya perlu tambahan untuk memperkuat saja, jadi penetapan Anas sbagai tersangka bukan karena intervensi pihak manapun," ungkap Tumpak.
Selanjutnya pada 7 Februari 2013 dilakukan ekspose hanya di hadapan Tim Kecil Penindakan yang bocor konsep sprindiknya.
"Saat Deputi Penindakan Warih Sadono dan Direktur Penyelidikan Arry Widiatmoko menghadap Abraham Samad menyampaikan hasil ekspose tersebut, Warih menanyakan apakah hasil ekspose Tim Kecil Penindakan perlu disampaikan kepada masing-masing pimpinan, dan dijawab oleh Abraham bahwa hal tersebut akan disampaikan sendiri olehnya," ungkap Tumpak.
Namun Abraham tidak pernah menyampaikan kepada pimpinan lain mengenai hasil ekspose tim kecil sementara dokumen itu sudah diparaf atau disetujui dalam Lembar Disposisi Pimpinan oleh Abraham, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
"Abraham Samad waktu menandatangani dokumen Sprindik tersebut tidak berusaha terlebih dahulu untuk mengkonfirmasi atau menanyakan kepada pimpinan lain yaitu Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto yang kebetulan tidak berada di Jakarta, sebagaimana yang dijanjikan kepada Deputi Penindakan dan Direktur Penyelidikan; dan sprindik tersebut juga masih dalam proses, artinya belum diberi nomor, tanggal, dan stempel KPK, dan belum diumumkan," jelas Tumpak.
Padahal pada Kamis malam, 7 Februari 2013 sudah ada informasi di media tentang penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka dengan penulis Tri Suharman (koran Tempo) dan Rudy Polycarpus (koran Media Indonesia).
Terkait pembocoran tersebut, Komite Etik menyatakan bahwa Wiwin memang diperintahkan oleh Abraham untuk memindai dokumen sprindik pada Kamis (7/2) pukul 20.27 WIB.
Wiwin selanjutnya mencetak hasil pindaian tersebut pada pukul 20.29 WIB, namun pada pukul 21.30 WBI Wiwin memindai sprindik tersebut untuk kedua kalinya dan pada pukul 21.46 WIB kembali mencetak hasil pindaian kedua tersebut dan menyimpannya ke laci. Wiwin selanjutnya pulang.
Keesokan harinya pada Jumat (8/2) Wiwin berinsiatif untuk memberitahukan pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin.
Hasil "cloning" Blackberry milik Wiwin pada Jumat (8/2) pukul 08.17 WIB menunjukkan bahwa Wiwin Suwandi berinisiatif mengabarkan status tersangka Anas Urbaningrum kepada Irmanputra Sidin.
Dalam komunikasi Blackberry messenger (BBM), Wiwin mengutip kata-kata dalam BBM Abraham Samad kepada Tri Suharman yang bunyinya "Jgnmi sebut Namaku dullu Soalx sy yg ambil alih kasus ini spy bisa jalan, sy pake kekerasan sdikit,makax sy tdk mau tambah runyam." Kata-kata tersebut diakui oleh Abraham sebagai kata-katanya sendiri.
Tapi Komite Etik menilai bahwa Abraham tidak bersedia menyerahkan BB miliknya kepada Komite Etik untuk dilakukan proses "cloning" agar dapat diketahui komunikasi lengkap antara dirinya dengan Tri Suharman.
Dari hasil "cloning" BB milik Wiwin diketahui bahwa Wiwin pernah berkomunikasi dengan wartawati bernama Dwi Anggia pada Jumat (8/2) pukul 14.22 WIB yang dalam komunikasi BBM menyangkut status tersangka Anas Urbaningrum terdapat kata-kata Dwi Anggia: "Iya, valid sekali, Daeng bbm ak td :d".
Dwi Anggia memang sering berkomunikasi dengan Abraham dan Wiwin, Dwi Anggia menyapa Abraham dengan panggilan "Daeng"; namun pada hasil "cloning" BB milik Dwi Anggia, data komunikasi dirinya dengan Wiwin dan antara Dwi Anggia dengan Abraham Samad pada 2013 hilang, sedangkan data sampai dengan akhir 2012 masih ada.
Selanjutnya pada Jumat (8/2) malam, Wiwin Suwandi menyerahkan salinan hasil "scanning" kedua kepada dua orang wartawan yang dikenalnya bernama Tri Suharman dan Rudy Polycarpus di Gedung Setiabudi One Jakarta.
Sebelumnya Wiwin sudah memotret dokumen sprindik dengan menggunakan Blackberry dan dikirimkan hasilnya kepada Tri Suharman lewat BBM.
Satu Rumah Wiwin adalah pegawai tidak tetap pada KPK adalah atas permintaan Abraham yang kemudian dilakukan proses seleksi dan ditugasi sebagai staf administrasi Abraham sejak awal 2012 yang kemudian menggantikan posisi sekretaris KPK sebelumnya.
Wiwin juga tinggal satu rumah dengan Abraham sejak Wiwin pindah ke Jakarta dan bekerja di KPK hingga saat ini.
Sedangkan Tri Suharman adalah wartawan yang pernah bertugas di Makassar dan kini bertugas di Jakarta; Abraham juga mengenal baik Tri Suharman dan mengetahui hubungan baik Wiwin Suwandi dengan Tri Suharman; Komite Etik menjelaskan bahwa Wiwin memang telah membocorkan informasi kepada Tri Suharman menyangkut perkara lainnya yang ditangani KPK antara lain kasus Buol, Korlantas dan suap Kuota Daging Sapi di Kementerian Pertanian, yang dalam pemberitaan media selalu dinyatakan sebagai berasal dari sumber internal KPK yang dapat dipercaya.
Artinya menurut Komite Etik, Abraham Samad melakukan kelalaian dalam membina atau mengawasi Wiwin yang meciptakan kondisi Wiwin melakukan pembocoran dokumen konsep sprindik ke pihak-pihak di luar KPK dan melanggar.
Sementara terkait pelanggaran kode etik (1) huruf e Kode Etik Pimpinan KPK yang mewajibkan pimpinan KPK "menarik garis tegas tentang apa yang patut, layak, dan pantas dilakukan dengan apa yang tidak patut, tidak layak dan tidak pantas dilakukan".
Abraham juga tidak memastikan ada kelengkapan administrasi sebagai syarat keluarnya sprindik dan jika pimpinan tidak lengkap seharusnya dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pimpinan lain tapi hal itu tidak dilakukan Abraham.
Terlebih Abraham tidak pernah menyampaikan kepada pimpinan mengenai hasil ekspose tim kecil Kedeputian Penindakan sehingga melanggar pasal 6 ayat (1) huruf b Kode Etik Pimpinan KPK yang mewajibkan Pimpinan KPK menaati aturan hukum dan etika.
Terkait tindakan Adnan Pandu Praja yang melanggar kode etik pimpinan, perbuatan yang dilakukan Adnan adalah pada 13 Februari 2013 telah memberi keterangan pers tentang pencabutan parafnya atas persetujuan Sprin Dik beserta alasannya bahwa belum dilakukan ekspose kepada pimpinan.
Adnan juga menyampaikan pendapat bahwa kasus penerimaan mobil Toyota Harrier oleh Anas Urbaningrum yang harganya kurang dari Rp1 miliar bukanlah level KPK.
"Hal ini menunjukkan tindakan yang kurang hati-hati dan kurang cermat sebagai pimpinan KPK dan merugikan nama baik KPK," ungkap Tumpak.
Tugas Komite Etik menurut Ketua Komite Etik Anies Baswedan secara legal telah selesai.
"Secara legal, Komite Etik tugasnya selesai tapi secara moral, kami memiliki tanggung jawab untuk mengawal, tapi kami memberikan amanat kepada pegawai, penasihat dan pimpinan untuk memastikan rekomendasi kita berjalan," ungkap Anies.
Mengenai status Wiwin, Anies mengatakan bahwa posisinya akan diberhentikan.
"Wiwin setahu saya sudah diputus oleh Dewan Pertimbangan Pegawai dan diberhentikan dengan tidak hormat dari posisinya sebagai pegawai tidak tetap di KPK," jelas Anies.
Sementara untuk dua pimpinan KPK yang melanggar kode etik diberikan teguran tertulis dan lisan.
"Komite etik menjatuhkan putusan final dan mengikat yaitu menyatakan terperiksa 1 Abraham Samad melakukan pelanggaran sedang terhadap pasal 4 huruf b dan d pasal 6 ayat 1 huruf b, d, r, dan v kode etik pimpinan KPK, menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tindakan dan perilakunya," kata Anies.
Sedangkan untuk Adnan diberikan peringatan lisan.
"Menyatakan terperiksa 2 Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan pasal 6 ayat 1 huruf e kode etik pimpinan KPK oleh karenanya menjatuhkan sanksi peringatan lisan," tambah Anies.
Bila hal tersebut terulang maka sanksinya menurut Anies akan lebih berat lagi.
Usut Ketua Setara Institute Hendardi meminta agar ada pengusutan lebih lanjut mengenai motivasi pembocoran sprindik oleh Wiwin.
"Atas temuan komite etik yang memberikan sanksi pemecatan bagi sekretaris Abraham Samad dan teguran tertulis untuk Abraham, mesti ditelisik lebih lanjut motivasi tindakan tersebut jadi tidak bisa hanya dipandang sebagai soal etik saja padahal motif tindakan pembocoran justru akan menjadi penentu jenis sanksi yang akan dikenakan," ungkap Hendardi.
Komite Etik terdiri atas Anies Baswedan (rektor Universitas Paramadina) sebagai ketua, Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK) yang menjabat sebagai wakil ketua merangkap anggota, Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) sebagai anggota.(msb)
Abraham Kena Sanksi Etik: Ini Kronologi Pembocoran Sprindik Anas Urbaningrum
BISNIS.COM, JAKARTA-- Komite Etik di Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertugas untuk mengusut pelaku pembocoran konsep surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama mantan ketua umum Partai Demokrat Anies Urbaningrum mengungkapkan kronologi peristiwa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium