Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KWIK DIPERIKSA KPK: Siapa KWIK KIAN GIE?

Publik terkejut ketika mengetahui dari media massa bahwa Kwik Kian Gie dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini, Selasa (2/4/2013), yang diduga terkait Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Publik terkejut ketika mengetahui dari media massa bahwa Kwik Kian Gie dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini, Selasa (2/4/2013), yang diduga terkait Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Keterkejutan publik sepertinya bukan tanpa sebab. Selama ini Kwik dikenal sebagai seorang ekonom sekaligus politisi yang cukup vokal mengkritisi kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah setelah dia menjabat sebagai Menko Perekonomian dan Kepala Bappenas.

Selain itu, kasus terkait BLBI tersebut juga sudah menggantung selama sekitar enam tahun. Dan ternyata, sampai sekarang masih diusut KPK.

Siapa sebenarnya Kwik Kian Gie?

Ketika Bisnis mencoba mengonfirmasi malam ini, beberapa kali sambungan telepon tidak dijawab Kwik Kian Gie.

Namun penelusuran singkat yang dihimpun dari sejumlahdokumen, Kwik Kian Gie yang bernama asli Guo Jianyi lahir di Juwana, Pati, Jawa Tengah, 78 tahun lalu.

Kwik adalah seorang ahli ekonomi dan politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi pada 1999-2000.

Kemudian Kwik menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas pada 2001-2004).

Dalam politik, Kwik juga tercatat menjadi fungsionaris PDI-Perjuangan dan dalam dunia pendidikan, dia juga menjadi pendiri Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.

Apa kaitan Kwik dengan Kasus BLBI?

Juru Bicara KPK Johan Budi menuturkan, KPK pada 2008 telah membentuk empat tim khusus untuk menyelesaikan kasus BLBI yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Salah satu tim bertugas untuk menangani perkara yang dihentikan kejaksaan karena telah menerima SKL, termasuk kasus Sjamsul Nursalim yaitu mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mempunyai utang sebesar Rp28,4 triliun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.

Saat diperiksa di Kejaksaan pada 2007, Kwik mengatakan bahwa mekanisme penerbitan SKL Presiden Megawati berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Kwik mengaku dalam setiap rapat kabinet ia selalu memprotes rencana penerbitan SKL tapi kalah dengan meteri lain.

Alasannya menolak penerbitan SKL adalah karena ada campur tangan International Monetary Fund (IMF) terkait penyelesaian BLBI sehingga berdampak pada proses penjualan aset bekas pengutang BLBI yang tergesa-gesa, bahkan tanpa tender, misalnya, kejanggalan penjualan Bank BCA pada 2004.

Kwik mengatakan, penjualan BCA disebabkan Salim tidak mampu melunasi BLBI Rp53 triliun, BCA termasuk salah satu dari 108 aset Salim yang diserahkan yang saat dijual hanya laku Rp20 triliun karena proses penjualan BCA lebih banyak ditekan IMF.

Proses penjualan dilaksanakan tanpa tender dan calon pembeli BCA sudah ditunjuk yaitu lembaga keuangan Farallon dan Standard charter padahal selang tiga tahun kemudian aset BCA meningkat berkali-kali lipat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Others
Sumber : Antara/Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper