Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENUNDAAN UTANG: PKPU Daya Mandiri & Dayaindo Diperpanjang 60 Hari

BISNIS.COM, JAKARTA--Majelis hakim menambah periode PKPU tetap PT Daya Mandiri Resources Indonesia dan PT Dayaindo Resources International Tbk selama 60 hari dan batal mengesahkan rencana perdamaian yang telah disepakati.

BISNIS.COM, JAKARTA--Majelis hakim menambah periode PKPU tetap PT Daya Mandiri Resources Indonesia dan PT Dayaindo Resources International Tbk selama 60 hari dan batal mengesahkan rencana perdamaian yang telah disepakati.

Dalam sidang Kamis (28/3/2013) majelis hakim yang dipimpin Agus Iskandar, didampingi hakim anggota Bagus Irawan dan Noer Ali, menyetujui hasil voting soal perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tetap.

“Menetapkan sidang permusyawaratan majelis hakim berikutnya pada 27 Mei 2013,” ujar Agus.

Perpanjangan ini sejalan dengan debitur yang belum siap dengan rencana perdamaian yang semula telah disepakati.

Padahal, agenda sidang Jumat lalu seharusnya homologasi atau pengesahan proposal damai yang telah disetujui seluruh kreditur.

"Pada menit-menit terakhir investor asal Malaysia tiba-tiba pergi. Kami terlalu percaya, ternyata mereka hanya punya kepentingan pada kapalnya," kata Direktur Dayaindo Firmus Marcelinus Kudadiri.

Firmus adalah satu-satunya direktur yang tersisa sepeninggal Direktur Utama Dayaindo Sudiro Andi Wiguna pada Januari lalu. Direktur yang lain telah mengundurkan diri.

Investor Baru

Kehilangan calon penyuntik dana segar membuat Dayaindo dan DMRI kelimpungan, terutama terkait klausul yang disodorkan PT Bank Internasional Indonesia Tbk soal pembayaran awal Rp15 miliar.

Hingga waktu yang dijanjikan debitur, 20 Maret, ternyata tidak ada transfer dana ke BII sebagaimana persyaratan pemberi pinjaman itu untuk dapat menyepakati perdamaian.

Guna meyakinkan para kreditur, debitur membawa seorang investor yang menyatakan siap menyutikkan dana.

“Saya salah satu kontraktor Dayaindo. Saya tertarik dan berminat. Dan saya sanggup membayar Rp15 miliar [kepada BII] di depan,” kata calon investor Martin Siringoringo.

Namun, Martin menegaskan butuh waktu untuk melakukan due diligence atau uji tuntas atas kinerja perusahaan.

Pengurus PKPU DMRI dan Dayaindo Djawoto Jowono mengingatkan kepada calon investor bahwa kewajiban debitur bukan hanya pembayaran down payment sebesar Rp15 kepada BII.

Total tagihan BII sendiri mencapai Rp73 miliar, belum lagi utang-utang debitur kepada para kreditur lain yang jika ditotal mencapai Rp900 miliar. Meskipun begitu, sebagian besar tagihan berasal dari perusahaan terafiliasi.

Dalam rapat kreditur yang diadakan sebelum majelis hakim bersidang akhirnya disepakati untuk PKPU tetap selama 60 hari. BII memberikan catatan bahwa ini adalah PKPU tetap terakhir, jika gagal maka demi hukum debitur harus dinyatakan pailit.

"Pada dasarnya BII beriktikad baik untuk memberi kesempatan. Jika sampai kelak debitur pailit, itu bukan salah kami. Sebelumnya BII telah memberikan banyak toleransi," kata kuasa hukum BII Swandy Halim. Dia mengingatkan soal perlunya debitur untuk lebih serius.

Rencana perdamaian sebelumnya telah disepakati pada 8 Maret dengan klausul pembayaran Rp15 miliar ke BII. "Perdamaian ini layu sebelum berkembang, sudah default sebelum berjalan," katanya.

Swandy menyebut bahwa proses hukum PKPU DMRI dan Dayaindo ini secara formal sangat luar biasa. Pasalnya, para kreditur telah dua kali mengadakan voting proposal perdamaian.

Pada voting pertama 15 Januari, composition plan yang diajukan debitur tak memenuhi syarat untuk disahkan menjadi perdamaian karena BII sebagai kreditur separatis mayoritas menolak proposal yang disodorkan.

Para kreditur kemudian menyepakati PKPU tetap setelah meninggalnya Sudiro yang diduga bunuh diri di kediamannya.

Pada pemungutan suara kedua atas rencana perdamaian, seluruh kreditur meyepakati penjadwalan pembayaran utang.

Namun, belum lagi rencana ini disahkan, debitur kehilangan pijakan dengan perginya investor yang disebut-sebut bernama Datuk Manaf.

Atas PKPU tetap ini Swandy minta debitur kelak juga menjelaskan tiga poin.

“Pertama, soal kontrak dengan PLN [Perusaahaan Listrik Negara] yang nilainya Rp3-Rp4 triliun. Apakah kontrak itu masih efektif? Masihkah bisa dieksekusi?” keatanya.

Kedua, soal cadangan nikel yang dimiliki perseroan. Kuasa hukum BII itu menanyakan apakah benar nilainya sampai Rp2 triliu dan sudah sampai tahap apa.

Ketiga, lanjutnya, soal posisi istri almarhum Sudiro sebagai ahli waris. BII memiliki perjanjian personal guarantee dengan Sudiro, sehingga apabila ahli waris mau warisannya, maka ada utangnya juga.(yop)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper