PENGALAMAN menunjukkan bahwa pemilu offline sangat rawan kecurangan,rawan suap/sogok dan rawan manipulasi. Mulai dari percetakan kertas suara, pembagian surat suara, penyimpanan kotak suara, perhitungan hasil suara dan boleh dikatakan kecurangan bisa terjadi mulai hulu hingga hilir. DPT (daftar Pemilih Tetap) juga bisa dimanipuasi. TI (Teknologi Informasi) di KPU/KPUD-pun bisa direkayasa. Dengan kata lain, pemilu offline sulit dipantau, sulit diaudit dan kebenarannya juga sulit dibuktikan.
Solusinya yaitu pemilu online. Bukan prosesnya yang online, tetap online dalam hal data. Antara lain, DPT online. Semua warganegara yang berhak memilih namanya harus tercantum di DPT online yang bisa dilihat dan dipantau dari berbagai tempat. Jika ada warganegara yang merasa berhak tetapi namanya tidak tercantum, bisa memprotes atau mengirimkan data-data kependudukannya beserta nomor KTP atau NIK-nya.
Di samping itu, tiap TPS harus diberi kode secara permanen. Misalnya se-Indonesia ada 500.000 TPS (Tempat Pemungutan Suara), maka harus diberi nomor urut (oleh KPU Pusat) mulai dari TPS nomor 000.001 s/d nomor 500.000.
Nomor TPS ini pun harus diumumkan secara online. Hasil perolehan suara pemilu (maupun pilkada) harus diumumkan berdasarkan nomor TPS tersebut mulai nomor TPS terkecil hingga nomor TPS terbesar. Misalnya, TPS nomor 113.555 hasil perolehan suara untuk capres/cagub/cabup A sekian, B sekian, C sekian, D sekian dan E sekian.
Hasil perolehan suara ini pun harus dionlinekan sehingga tiap warga negara bisa mencocokkan kebenaran hasil di TPS dengan hasil yang diumumkan secara online. Mempertahankan pemilu offline sama saja mempertahankan pemilu yang sangat berpotensi tidak jujur. Pemilu online adalah solusinya.
HARIYANTO IMADHA
BSD Nusaloka Blok S1/11
Jl. Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang Selatan