BALIKPAPAN: Produksi ikan di Balikpapan pada 2012 diprediksi menurun seiring dengan adanya anomali cuaca serta tren penurunan produksi ikan, utamanya perikanan tangkap dan air payau, sejak 2010. Kepala Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Balikpapan Chaidar Chairulsyah mengatakan anomali cuaca menjadi salah satu penyebab kemungkinan terjadinya penurunan produksi ikan.
“Belum bisa diperkirakan berapa besarnya. Tapi yang pasti kalau cuaca tidak menentu, nelayan cenderung enggan melaut dan akhirnya menyebabkan produksi menurun,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini. Dari data yang ada, produksi perikanan tangkap mengalami fluktuasi produksi sejak 2007 hingga saat ini. Produksi perikanan tangkap pada 2007 tercatat mencapai 5.336 ton yang dihasilkan oleh 5.591 nelayan.
Kemudian menurun pada 2008 menjadi 4.799,7 ton dan kemudian kembali naik pada 2010 menjadi 6.474,73 ton. Namun, tren penaikan tersebut kembali turun pada 2011 menjadi 6.386,32 ton karena terjadi anomaly cuaca. Produksi ikan itu sebenarnya telah mengalami penyusutan yang cukup besar dibandingkan dengan hasil pada 2006 yang menyentuh angka 12.970 ton. Selain anomali cuaca, turunnya jumlah nelayan menjadi salah satu penyebab berkurangnya produksi secara drastis pada tahun selanjutnya. Tercatat jumlah nelayan pada 2006 mencapai 7.972 orang dan pada 2011 jumlah nelayan tercatat hanya sebanyak 5.213 orang. Selain itu, hasil ikan budidaya air payau juga mengalami tren penurunan yang cukup signifikan. Produksi pada 2007 yang mencapai 656,14 ton terus menurun hingga hanya 259,2 ton pada 2011. Chaidar mengakui penurunan ini banyak disebabkan oleh penurunan produksi ikan bandeng dan udang. “Turunnya cukup drastis untuk bandeng dari 68 ton pada 2010 hanya mencapai 21,4 ton pada 2011. Kalau udang, penurunan produksi dari jenis udang windu dari 1 ton menjadi hanya 0,4 ton saja,” tuturnya.//pedagang besar//
Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kota Balikpapan Arzaedi Rachman mengatakan harga ikan sebenarnya juga ditentukan oleh sumber pendanaan bagi nelayan ketika melaut. Penentuan harga ikan, utamanya ikan layang dan ikan tongkol, 80% lebih ditentukan oleh para pedagang besar. “Dari sini yang berbahaya karena produksi kita yang terancam menurun juga dihantui oleh permainan harga dari pedagang besar ini,” tukasnya. Dia menambahkan dinas terkait sudah berupaya menggelar pasar ikan untuk mencegah adanya permainan harga oleh para pemilik modal. Arzaedi juga menghimbau agar para nelayan bisa membentuk koperasi untuk meningkatkan ketahanan modal. Adanya koperasi itu, imbuhnya, bisa mengurangi intervensi harga dari para pemilik modal yang selama ini membiayai operasional nelayan ketika melaut.
Dia mengharapkan hasil produksi ataupun tangkapan nelayan bisa langsung dilepas di pasaran ataupun tidak harus melalui intervensi harga yang merugikan. Apabila kenaikan harga terjadi, para nelayan juga bisa menikmati margin kenaikan harga tersebut sehingga bisa menutupi biaya operasional yang dikeluarkan.(mmh)