Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KRISIS SURIAH: Bisnis senjata gelap bakal melejit

Mirip bisul yang semakin matang dan menunggu pecah. Krisis Suriah yang mulai muncul sejak akhir tahun lalu, kini seperti menanti menjadi Libya jilid II ketika negara-negara lain ikut terlibat dalam palagan tersebut.

Mirip bisul yang semakin matang dan menunggu pecah. Krisis Suriah yang mulai muncul sejak akhir tahun lalu, kini seperti menanti menjadi Libya jilid II ketika negara-negara lain ikut terlibat dalam palagan tersebut.

 

Seperti dikutip dari kantor berita Ma’an, hari ini (28/7) anggota NATO yang mencari muka untuk bergabung dengan Uni Eropa, Turki telah mendirikan basis rahasia dengan sekutu Arab Saudi dan Qatar untuk menyalurkan bantuan militer bagi kelompok pemberontak Suriah dari Adana, sebuah kota dekat perbatasan.

 

Adana, sebuah kota di selatan Turki, yang berjarak hanya 60 kilometer dari perbatasan Suriah, didirikan setelah Wakil Menlu Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Abdullah al-Saud mengunjungi Turki dan meminta bantuan mobilisasi kekuatan.

 

Bukan rahasia, Adana adalah pangkalan udara yang pernah digunakan Washington di masa lalu untuk pengintaian dan operasi logistik militer. Uniknya, agar tak terlalu kentara, senjata yang disalurkan adalah senjata-senjata buatan Rusia.

 

"Semua persenjataan Rusia. Alasan yang jelas adalah bahwa para pemberontak Suriah dilatih untuk menggunakan senjata Rusia, juga karena Amerika tidak mau ada jejak mereka di atasnya. Semua senjata berasal dari pasar gelap,” ujar sumber yang dekat dengan lingkaran intelijen dan senjata gelap.

 

Menurut Business Insider dan lembaga penelitian berbasis di Swedia, SIPRI, Suriah merupakan salah satu konsumen terbesar senjata Rusia. Rejim Presiden Suriah Bashar al-Assad selama 20 tahun terakhir mengimpor senjata Rusia secara besar-besaran.

 

Sejak tahun 1992, Suriah telah memborong peralatan militer Rusia senilai US$525 juta. Yang terbesar penjualan terjadi pada 2009 dan 2010, terdiri dari US$162 juta setiap tahun.

 

Satu-satunya, pesaing Suriah dalam pembelian senjata besar-besaran dari Rusia justru negara komunis nan tertutup Korea Utara, dengan nilai US$306 juta namun belum dikirim oleh Rusia sejak 2004.

 

Selain dari Rusia, Suriah juga membeli senjata dari Belarusia, sebesar US$196 juta antara 2003 dan 2008. Pemain lain tentu saja Iran yang sejak 2006, Teheran menjual amunisi dan peralatan militer senilai US$64 juta.

 

AS dan negara-negara Eropa dalam kasus Suriah memang cenderung hati-hati karena Rusia tegas tidak ingin terjadi Libya jilid II. Diplomasi cenderung menjadi jalan tengah meskipun PBB bergerak pasti bak kura-kura.

 

 

Tak heran, kondisi ini membuat Arab Saudi dan Qatar yang kini bergerak diam-diam. Sumber yang memiliki kontak dengan intel Qatar (FSA) menyatakan negara tersebut telah memobilisasi tim khusus pasukan mereka dua pekan lalu dengan mandat untuk melatih dan membantu logistik pasukan pemberontak.

 

Langkah Qatar tak main-main karena Direktorat intelijen militer Qatar, Kementerian Luar Negeri dan Biro Keamanan Negara terlibat dalam operasi tersebut.

 

Aktifnya Turki, Arab dan Qatar membuat lantai bursa senjata gelap meriah. The Daily Mail menulis, sejak Suriah memanas, mulai awal tahun 2012 pemain senjata gelap di Lebanon meraup omzet besar bahkan kini mulai kerepotan memenuhi permintaan senjata-senjata yang didominasi buatan Rusia tersebut.

 

Permintaan yang melonjak dari Suriah telah mendorong harga-harga senjata dan amunisi di Lebanon ke rekor tertinggi selama 10 bulan terakhir terutama untuk peluncur RPG, granat tangan dan amunisi buatan Rusia yang meski murah meriah andal untuk membunuh.

 

Harga satu senapan Rusia AK-47 kualitas yang baik naik hampir dua kali lipat. Dari hanya US$ 1.100 bergerak naik US$1.600 lalu menjadi US$2.100. Harga paling gila tentu saja AK-47 versi pendek yang dihargai US$3,750

 

Sebuah peluncur RPG yang sebelumnya dihargai hanya US$300 perlahan bergerak ke angka US$900 dan kini dibandrol US$2.000. Sementara sebutir granat yang sebelumnya cuma US$100 kini melonjak jadi US$500.

 

Senjata-senjata tersebut mengalir melalui jalur darat Idlib (dekat Turki), Zabadani (Lebanon) ke basis-basis perlawanan. Satu supir truk bisa meraup fulus hingga US$20.000 sekali pengiriman penuh resiko tersebut.

 

Jalur darat lebih dipilih setelah kapal Lutfallah II tertangkap aparat keamanan Lebanon di Tripoli, Lebanon Utara yang berdekatan dengan perbatasan Syria.

 

Dalam kapal tersebut ditemukan tidak kurang dari 150 ton senjata berbagai jenis yang sebagian, berdasar tuliskan pada kotak-kotak senjata, berasal dari Qatar yang diambil dari gudang senjata milik Qatar dan Saudi di Benghazi, Libya.

 

Pada sisi lain, membanjirnya senjata ke Suriah membuat Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan Israel (Mossad) untuk mencegah penyusupan unsur-unsur dari Al-Qaeda ke dalam pemberontak Suriah demi mengakses persediaan senjata kimia Suriah.

 

Satu ancaman lain adalah kelompok perlawanan Islam Syiah, Hizbullah di Lebanon—sekutu Bashar al Assad--yang kemungkinan mendapatkan akses ke senjata-senjata berbahaya untuk menyerang Israel.

 

Kekhawatiran AS dan Israel muncul karena, Rabu lalu (25/7) saksi mata menyatakan persedian senjata kimia Suriah mulai dipindahkan ke perbatasan untuk menghindari serangan para pemberontak.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : JIBI//Harian Jogja/Algooth Putranto

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro