JAKARTA--Pendidikan menjadi kunci untuk menurunkan angka pekerja anak di Indonesia yang mencapai 1,7 juta jiwa pada 2011.Demikian diungkapkan Perwakilan Unicef di Indonesia Angela Kearney dalam peluncuran laporan 'Memahami Pekerjaan yang Dilakukan oleh Anak dan Pekerja Muda di Indonesia', Rabu (20/06/2012)."Apabila jumlah anak yang bekerja tidak dikurangi, mereka dapat kehilangan kesempatan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik di masa depan. Jadi kita harus memastikan anak-anak tetap bersekolah," ujarnya.Berdasarkan data ILO, di seluruh dunia, saat ini ada 215 juta anak yang bekerja. Setengah diantaranya, menjalani bentuk-bentuk pekerjaan terburuk, di tengah situasi konflik, dan perbudakan. Sedangkan 5 juta di antaranya menjalani kerja paksa dan eksploitasi, termasuk sebagai pekerja seks."Pekerja anak sangat rentan terhadap isu kesehatan, keselamatan, dan masa depan. Mereka terpaksa menggadaikan masa depan sia-sia akibat tekanan kemiskinan," ungkap Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia.Pada kesempatan ini, Rooij mengapresiasi upaya Indonesia dalam mengurangi pekerja anak. Menurutnya, dalam 10 tahun terakhir, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling dinamis dalam upaya mengurangi pekerja anak.Upaya tersebut, a.l. dengan menetapkan landasan hukum yang komprehensif dan menyusun rencana aksi nasional penghapusan pekerja anak dan pekerjaan yang membahayakan anak untuk periode 2002 sampai dengan 2022.Akan tetapi, lanjutnya, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan terkait pekerja anak, a.l. tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi, infrastruktur pendidikan di daerah yang belum memadai, serta kapasitas dan komitmen daerah yang dinilai Rooij masih rendah.Dalam laporan yang digagas ILO bersama Bank Dunia, Unicef, dan Bappenas itu, terungkap bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak merekrut pekerja anak di Indonesia, yakni mencapai 58% dari total pekerja anak.Selain itu, sektor jasa dan sektor manufaktur mengekor di posisi selanjutnya. Dengan 1/3 dari anak-anak yang bekerja di sektor jasa atau 216.000 anak menjadi pekerja rumah tangga.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Armida S. Alisjahbana menuturkan penyebab utama anak bekerja adalah kemiskinan. Akibatnya, terjadi peningkatan angka anak putus sekolah yang bergerak linier dengan peningkatan pekerja anak."Ini harus ada program yang affirmative dan targeted untuk menurunkan kemiskinan dan menyediakan pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, seperti PKH [program keluarga harapan] dan BSM [beasiswa siswa miskin]," ujarnya.Pasalnya, saat ini, kegiatan ekonomi di Indonesia masih didominasi oleh pekerja yang lulus SD atau kurang dari itu. Angkanya mencapai 54,2 juta dari 109,7 juta pekerja."Kalau ini tidak dibenahi, pada 2025 masih ada sekitar 48 juta pekerja low educated dan periode 'bonus demografi' tidak dapat dioptimalkan," ujarnya.Periode 'bonus demografi' yang dimaksud Armida adalah saat dimana lebih banyak tenaga kerja usia produktif untuk meningkatkan produktivitas nasional yang diperkirakan terjadi pada 2020-2030.Armida menambahkan, selain kebijakan dan program pemerintah, peran serta seluruh pemangku kepentingan seperti swasta, BUMN, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga kajian juga sangat penting untuk memecahkan persoalan pekerja anak di Indonesia. (bas)
ARTIKEL MENARIK LAINNYA >>>
OTORITAS JASA KEUANGAN: Muliaman D.Hadad Terpilih Jadi Ketua
Palm Oil Surges Most In 19 Months As Dry Weather Boosts Soybeans
POPULARITAS PARTAI DEMOKRAT Merosot, Anas Urbaningrum & Andi Mallarangeng Diminta Mundur
ARTIKEL KABAR24 >>>
- ASTAGA! SHIA LABEOUF bugil di video musik sigur ros
- ITALIA APES, Tanpa Chiellini Hadapi Inggris!
- ANDA IKUT TARUHAN? Jangan Lupa Tim Spanyol Masih Favorit
- WAH, BEGADANG SELAMA PIALA EROPA Bisa Bikin Badan Gemuk Lohhh
- BALOTELLI MEMANG BINTANG, Tapi Dia Harus Belajar Terima Kritikan
- Pekerja Outsourcing PLN Ancam Aksi Mogok Nasional
- HEBOH KONDOM: Menkes Diolok-Olok Jadi Menkon