Saya sebenarnya malas menulis cerita ini karena bakal jadi trenyuh beneran. Bagi sebagian orang mungkin cerita ini lucu.. tetapi bagi yang lain mungkin menyedihkan, dan pasti terasa menyakitkan.
Ceritanya tentang seorang anak, sebut saja namanya Steven. Boleh dibilang anak ini membawa beban ketika dia baru lahir karena ibundanya meninggal ketika harus melahirkan dirinya. Sampai sekarang saya lupa, katanya ada sindrom dalam ilmu psikologi yang harus diderita anak seperti Steven. Katanya, kalau di tanah Jawa, anak seperti Steven itu harus diruwat.
Namun, sampai Steven sudah bisa jalan dan lancar ngomong, tidak keliatan sesuatu yang tidak beres baik dari sisi fisik maupun psikis Steven. Mungkin karena papanya, kita sebut aja Johny, orang kaya sehingga semua kebutuhan Steven terjamin termasuk untuk urusan cek kesehatan.
Cuma ada yang mulai menjadi perhatian Johny, Steven ketika ulang tahun kelima minta dibelikan satu bola putih dan satu bola hitam. Dia tidak mau warna lain dan harus sepasang.
Setelah kejadian ulang tahun itu, boleh dibilang hampir setiap kesempatan ketika membeli mainan, Steven selalu minta dibelikan bola putih dan bola hitam sama papanya. Gak mau warna lain dan harus sepasang.
Sampai kelas 6 SD, kamar Steven penuh dengan bola berwarna putih dan hitam. Dia tidak mau bola itu disimpan di kamar lain sehingga papanya terpaksa memperbesar kamar Steven.
Begitu lulus-lulusan SD, Papanya menawarkan hadiah sebagai tanda kelulusannya. Saat itu, Steven minta dibelikan sepeda untuk orang dewasa. Tetapi, lagi-lagi, Steven gak ketinggalan minta dibelikan juga bola putih dan bola hitam. Terpaksa juga Papa Johny membelikan permintaan anaknya itu, meski dengan tanda tanya.
Masuk SMP, kehidupan Steven tidak berbeda dengan kawan sebayanya. Dia punya banyak teman. Yang membuat khawatir sang Papa, meski sudah SMP, Steven selalu minta dibelikan bola putih dan bola hitam setiap hari ulang tahunnya.
Papanya mulai berfikir, jangan-jangan ada kaitannya perilaku anaknya itu dengan kematian ibundanya. Namun karena orang sibuk, fikiran seperti itu tak lama berada di kepala Papa Johny.
SMP sudah dilewati. Masuk SMA, Steven minta dibelikan motor trail. Setelah ngomong sama Papa-nya, Steven diajak melihat-lihat trail built up. Papanya ngebeliin motor trail Kawasaki seharga Rp50 juta. Cuma begitu pulang, Steven tetep minta dibeliin bola putih dan bola hitam sama papanya. Permintaan itu juga dipenuhi oleh sang ayah.
Sewaktu di SMA, Steven jadi anak terkenal apalagi dia memakai motor trail—sesuatu yang jarang dipakai anak-anak sebayanya. Walaupun begitu, dia tetap minta dibeliin bola putih dan bola hitam setiap ultahnya. Dan dia sudah punya pacar waktu SMA itu, Eca namanya.
Naik motor trail
Lulus SMA, Steven tidak minta dibeliin apa-apa sama Papa-nya. Padahal papanya sempet nawarin hadiah mobil untuk dia kuliah. “Gak deh pap… Motor trailku masih keren. Lagian naik mobil capek… Jakarta macet terus. Kalau mau beliin hadiah, beliin Steven bola putih bola hitam aja sepasang,” Steven dengan halus menolak tawaran bapaknya.
Oh iya untuk ngelengkapin motor trailnya, Steven punya dua helm. Satu warna putih, satu lagi warna hitam. Yang hitam buat dia sendiri, yang putih buat Eca, pacarnya, kalau lagi ikut mbonceng.
Suatu malam, saat usianya 19, Steven pamitan sama papanya mau pergi jalan-jalan sama Eca karena hari itu ulang tahun si Eca. Papanya sudah menawarkan Steven untuk naik mobil, tetapi dia tidak mau. Akhirnya berangkat deh si Steven dengan trail plus dua helm. Helm hitam dia pakai, helm putih nanti buat Eca.
Malang, pas di depan rumah si Eca, Steven kecelakaan. Motornya tabrakan dengan truk ketika dia menghindari mobil yang berhenti mendadak. Steven terhempas dari motornya, dan kepalanya membentur trotoar. Helm hitamnya pecah, begitu juga dengan yang putih.
Eca kebetulan lagi menunggu Arjunanya itu di dalam rumah jadi dia tahu ada tabrakan di depan rumahnya, Begitu melihat motor trail pacarnya, dia langsung minta supirnya untuk mengantar Steven ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke RS, Eca mengabarkan ke papanya Steven yang akhirnya langsung juga ke RS.
Setelah dicek oleh tim dokter, Steven ternyata geger otak akut dan sepertinya tidak bisa tertolong karena banyak pembuluh darah di otaknya yang pecah.
Dokter yang menangani Steven akhirnya berbicara dengan Johny. Singkatnya, nyawa Steven sulit untuk diselamatkan dan menganjurkan Johny melihat Steven yang sudah koma.
Johny masuk ke kamar ICU/ICCU bersama Eca. Mereka melihat sekujur tubuh Steven diilit oleh selang infus dan sebagainya. Bagian kepalanya penuh dengan perban dan masih tersisa bercak-bercak darah. Steven tidak bergerak sama sekali karena masih dalam keadaan koma.
Tetapi mungkin merasa kehadiran papa and pacarnya, tiba-tiba Steven sadarkan diri. Cuma, dia bicaranya sudah ngaco dan sering menyebut nama mamanya. Papa dan Eca lalu memegang tangan Steven sambil menangis. Steven bilang kayaknya hidupnya bakal segera berakhir.
Ternyata Steven sempat mengingat keduanya sebentar kemudian ngaco lagi ngomongnya. Nafasnya tersengal-sengal. Papanya dan Eca sudah merasa bahwa hidup Steven bakal gak lama lagi.
Melihat keadaan seperti itu, Johny memberanikan diri nanya. Pertanyaan yang sudah bertahun-tahun menggayut dalam fikirannya.
"Steven, papa mau tahu kenapa sih kamu selalu minta bola putih dan bola hitam," tanya papanya terbata-bata. Si Eca masih menangis tersedu-sedan.
Ternyata, Steven mendengar pertanyaan papanya. Dengan nafas terputus-putus, Steven terihat berupaya menjawab pertanyaan itu.
"Maaf yah pap, ma..af ... ya... E..ca. Kenapa Steven...se..la..lu.. min..ta… bo…la…pu...tih, dan bo...la...hitam...karena......aghhh."
Belum sempat Steven menuntaskan omongannya…, ternyata ajal lebih dulu menjemput anak muda itu. Innalillahi wa innalilaihi rojiun. Sang papa pun tak sempat mendapatkan jawaban atas pertanyaannya yang dia telah simpan bertahun-tahun.