Kabar24.com, JAKARTA - Pemerintah tampaknya menginginkan presidential treshold atau ambang batas seseorang dapat maju menjadi calon presiden tetap diberlakukan pada Pemilu 2019.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan calon presiden dam wakil presiden harus memiliki dukungan nyata yang ditunjukkan melalui presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
"Semakin banyak capres bagus. Tapi ada ukurannya yaitu dukungan riil atau persentase dukungan rakyat melalui hasil pemilu legislatif," ujar Tjahjo melalui keterangan tertulinyas kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (5/5/2017).
Tjahjo mengatakan pemerintah dan sejumlah fraksi partai politik di DPR berpandangan presidential threshold diperlukan dalam setiap proses pemilihan capres-cawapres.
Dia mengatakan proses awal sebuah partai politik untuk bisa mengusung capres-cawapres adalah adanya dukungan nyata masyarakat melalui tahapan pemilihan umum legislatif.
Pemerintah menurut Tjahjo, tetap menghendaki sistem presidential threshold menggunakan pola 20%-25%, artinya partai yang bisa mencalonkan presiden adalah mereka yang memperoleh 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional.
Baca Juga
"Kalau setiap partai politik yang sudah teruji dapat dukungan politik oleh masyarakat dalam pemilu dan parpol baru yang ikut pemilu dapat mengusung capresnya (tanpa presidential threshold) berapa banyak capres yang muncul. Capres-cawapres harus selektif," ujar dia.
Tjahjo menekankan pemerintah memahami berbagai argumentasi fraksi-fraksi melalui panja dan pansus DPR. Dia mengatakan semua proses argumentasi adalah demi penguatan sistem pemilu.
"Kalau tidak bisa didukung satu partai kan bisa beberapa partai berkoalisi mendukung capres-cawapres yang tentunya ini dilindungi undang-undang," jelas dia.