Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai munculnya draft pasal penghinaan kepada presiden dalam revisi UU KUHP merupakan sebagai sesuatu yang mengada-ada.
Menurutnya, pasal tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dia meminta Menkumham Yasonna Laoly membaca pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK. Pasal yang sudah dibatalkan, sambungnya, tak bisa diajukan lagi dalam bentuk RUU.
“Serangan dan kritikan kepada pejabat itu biarkan saja, agar pejabat lebih baik dan bisa mengoreksi diri. Kalau tidak mau dikritik jangan mau menjadi pejabat negara. Mundur saja,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (4/8/2015)
Fahri menegaskan presiden bukan simbol negara karena yang menjadi simbol negara adalah bendera, lambang negara, lagu kebangsaan dan sebagainya.
Namun demikian, dia mengakui belum semua anggota DPR secara tegas menolak pasal Penghinaan Presiden masuk ke RUU KUHP tersebut meski pasal itu sudah dihapus oleh MK pada 2006.
Sementara itu, Fraksi PPP DPR akan melakukan kajian cermat atas putusan MK terlebih dahulu sebelum menentukan sikap. "Apakah akan menolak pasal itu atau menerimanya," kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani.
Apabila diterima, ujar Arsul, akan ada modifikasi unsur-unsur pidana untuk memastikan agar pasal itu tidak menjadi pasal 'karet' yang dipergunakan untuk membungkam kritik terhadap Presiden.
Menurut Arsul, pembahasan tentang pasal-pasal yang sensitif akan melibatkan sejumlah ahli untuk meyakinkan bahwa belum tentu semua rancangan UU itu diterima DPR. "Draft itu masih rancangan dan belum tentu diterima oleh DPR seperti apa adanya," ujar Arsul.