Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Rapat di Hotel, Menpan Klaim Hemat Rp1,2 Triliun

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menyebutkan uang negara yang bisa dihemat dari larangan menyelenggarakan rapat di hotel dalam 2 bulan terakhir bisa mencapai Rp1,2 triliun.

Kabar24.com, JAKARTA--Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menyebutkan uang negara yang bisa dihemat dari larangan menyelenggarakan rapat di hotel dalam 2 bulan terakhir bisa mencapai Rp1,2 triliun.

Untuk kementerian yang dipimpinnya saja, kata Yuddy, dalam dua bulan sejak pemerintahan baru terbentuk bisa menghemat pengeluaran negara sekitar Rp4 miliar dan Kementerian ESDM bisa menghemat sampai Rp15 miliar dari tidak menyelenggarakan rapat di hotel.

"Jika dikalikan jumlah Kementerian/Lembaga, Pemprov, Pemkot dan Pemkab, penghematannya dalam dua bulan terakhir bisa mencapai Rp1,2 triliun," kata Yuddy dalam keterangan yang diperoleh dari Humas Kementerian PANRB di Jakarta, tulsi Antara, Kamis.

Yuddy Chrisnandi menyampaikan penjelasan itu di ruang kerjanya, di Jakarta, Rabu (24/12), saat menerima Wali Kota Bogor Arya Bima bersama jajaran Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan Daerah, dan Dinas Sosial dan pengurus PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kota Bogor yang meminta penjelasan mengenai kebijakan Kementerian PANRB terkait larangan pegawai negeri sipil melakukan rapat di hotel.

Arya Bima mengungkapkan bahwa kebijakan tidak menyelenggarakan rapat di hotel berdampak pada penurunan pendapatan Pemerintah Kota Bogor, meskipun dia mendukung agenda reformasi birokrasi terkait efisiensi dan potongan biaya-biaya yang tidak logis seperti biaya perjalanan dinas, studi banding, pengadaan mobil dinas, dan pengadaan operasional kepala daerah.

Namun, kata Arya, kebijakan tidak menyelenggarakan rapat di hotel memiliki dampak yang berkelanjutan, mengingat pendapatan Kota Bogor paling besar dari sektor perhotelan, di mana lebih dari 50 persen bergantung pada kegiatan pemerintahan.

Selain itu, menurut Bima, kebijakan itu juga berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja perhotelan.

"Saat ini saja sudah ada 200 pekerja yang kena PHK karena hotel sudah tidak mampu lagi menampung mereka dengan pendapatan yang semakin berkurang," kata Arya.

Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi memahami permasalahan yang dihadapi oleh Wali Kota Bogor dan PHRI. Ia mengungkapkan, seusai menerbitkan peraturan tersebut, banyak protes yang diterimanya, khususnya dari pihak yang memiliki bisnis perhotelan.

"Saya memahaminya karena rekan-rekan saya yang memiliki bisnis perhotelan juga mengeluhkan hal yang sama. Ibarat minum obat yang rasanya pahit dan bahkan bisa sampai muntah, tapi nanti pasti akan sembuh. Begitu pula dengan kebijakan ini, karena manfaatnya akan sangat besar untuk rakyat," kata Yuddy.

Menurut Yuddy, dana penghematan itu bisa dipakai untuk program yang lebih bermanfaat langsung untuk rakyat banyak. "Belum lagi dari pengurangan subsidi BBM," katanya.

Yuddy memberikan sejumlah solusi mengurangi dampak yang sangat signifikan itu.

Pertama, Menteri Pariwisata sudah merancang serangkaian program menggenjot wisatawan domestik dan asing untuk mengejar target 10 juta wisatawan pada 2015.

"Jadi, tiga sampai empat bulan ke depan situasi yang masih 'berdarah-darah' ini nantinya akan sembuh sendiri," kata Yuddy.

Kedua, Yuddy menyarankan Pemerintah Kota Bogor membuat kegiatan wisata nusantara yang dapat menarik para wisatawan domestik dan asing, seperti yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jember, Wonosobo, Banyuwangi, dan sejumlah kota lainnya yang sudah berhasil menyelenggarakan kegiatan nasional dan internasional.

"Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, kebijakan ini tidak akan terlalu berdampak untuk sektor perhotelan. Karena kalau 'event' di tingkat nasional di mana Pemda sebagai 'event organizer' dan mengakomodasi kehadiran turis asing dengan bekerja sama dengan pihak hotel maka saya yakin itu bisa mendongkrak pendapatan daerah," katanya.

Ia menegaskan revolusi mental pemerintahan Presiden Jokowi ini memang merupakan terapi kejut (shock therapy).

"Dulu setiap ganti menteri bisa ganti mobil, sekarang sudah berubah. Jadi jalankan saja yang menjadi kebijakan pemerintah ini," ujar Yuddy.

Seusai mendengarkan penjelasan Menteri, Wali Kota Bogor dapat memahami kebijakan tersebut dan melakukan langkah-langkah kreatif mengatasi masalah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper