Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Marak, Ekspor Ilegal Hasil Hutan Kalbar

Aktivis Yayasan Konservasi Alam Kalimantan Lorens menyayangkan masih maraknya ekspor ilegal sejumlah hasil hutan bukan kayu yakni gaharu buaya, agatis, kayu kelapa, kayu pinang, kayu durian, dan kayu karet dalam bentuk bulat.

Bisnis.com, PONTIANAK--Aktivis Yayasan Konservasi Alam Kalimantan Lorens menyayangkan masih maraknya ekspor ilegal sejumlah hasil hutan bukan kayu yakni gaharu buaya, agatis, kayu kelapa, kayu pinang, kayu durian, dan kayu karet dalam bentuk bulat.

"Kalau produk tersebut diekspor tanpa proses yang jelas, sangat disayangkan, ini sudah melanggar sejumlah regulasi, diantaranya Permenhut No P 35, Permenhut No P 55, dan Undang-Undang No 5 Tahun 1984 tentang Industri," katanya, tulsi Antara, Senin (8/12/2014).

Hasil hutan itu diduga diekspor oleh perusahaan eksportir yang tidak mengantongi sertifikat atau pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK).

Menurut dia, ketentuan mengenai ekspor kayu sudah diatur dalam Permendag RI No 20/M-DAG/PER/5/2008 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Kemudian, Peraturan Menteri Perdagangan RI No 01/M-DAG/PER/1/2007 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Menteri Perdagangan No 588/MPP/KEP/12/1998.

Lorens mengingatkan, setiap kayu atau non-kayu yang akan diekspor harus diproses terlebih dahulu, bukan bulat-bulat diekspor.

"Hasil hutan itu harus sudah dalam bentuk potongan atau pecahan. Atau, sudah dalam bentuk potongan yang diproses di tempat industri," ujar dia.

Ia menduga pengawasan yang lemah sehingga produk tersebut sudah ada di pelabuhan.

Lorens melanjutkan, kendati jenis tersebut bagian dari hasil hutan bukan kayu (HHBK), tetapi harus memiliki izin industri, dan perusahaannya harus ada pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK).

Menurut dia, HHBK jenis tertentu untuk ekspor memang tidak perlu laporan surveyor. "Tapi, perusahaan harus memiliki ETPIK sebelum barangnya bisa diekspor," katanya menegaskan.

Untuk itu, mulai dari rantai perdagangan, rantai produksi, hingga suplai harus memiliki standar verifikasi dan legalitas hasil hutan. "Semua memiliki aturan yang jelas," katanya.

Namun, kalau hasil hutan tersebut beredar di Kalbar, cukup menggunakan dokumen lanjutan.

"Tapi, jika beredar di pelabuhan atau keluar dari Kalbar harus memiliki dokumen ETPIK, Izin Usaha Industri, dan Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu," kata Lorens.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper