Bisnis.com, JAKARTA – Investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) bersih Arab Saudi tercatat turun 7% pada kuartal I/2025 dibandingkan dengan realisasi pada kuartal sebelumnya.
Dilansir dari Reuters, Senin (30/6/2025), penurunan ini mengindikasikan bahwa realisasi FDI masih jauh dari target ambisius yang ditetapkan Arab Saudi dalam program transformasi ekonominya.
Pada periode Januari–Maret 2025, arus masuk FDI bersih tercatat sebesar 22,2 miliar riyal Saudi atau sekitar Rp95 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kuartal IV/2024 yang mencapai 24 miliar riyal Saudi atau sekitar Rp103,7 triliun.
Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, FDI bersih meningkat 44% . Pada kuartal I/2024, Arab Saudi mencatatkan FDI sebesar 15,5 miliar riyal Saudi atau sekitar Rp66,9 triliun, berdasarkan data dari Otoritas Umum Statistik Arab Saudi.
Sebagai informasi, peningkatan investasi asing merupakan salah satu pilar utama dalam program transformasi ekonomi Vision 2030 yang dicanangkan Kerajaan.
Program ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap minyak, memperluas peran sektor swasta, dan menciptakan lapangan kerja.
Baca Juga
Untuk mencapai tujuan tersebut, Arab Saudi menargetkan dapat menarik investasi asing senilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.620 triliun hingga 2030. Pemerintah pun menggelontorkan dana besar untuk proyek-proyek raksasa (giga projects), serta mendorong pengembangan sektor seperti olahraga, pariwisata, dan hiburan. Namun hingga kini, capaian FDI masih belum sejalan dengan target.
Tak Dikenal Sebagai Destinasi Investasi
Sejak awal, Arab Saudi lebih dikenal sebagai sumber modal ketimbang destinasi investasi. Menurut sumber Reuters, banyak investor asing yang menghadapi tantangan dalam memahami dan menavigasi iklim usaha di negara tersebut, sejak target FDI diumumkan pada 2021.
Laporan Dana Moneter Internasional (IMF) terbaru menyebutkan bahwa Arab Saudi diproyeksikan mengalami defisit anggaran sekitar US$27 miliar atau Rp437,5 triliun tahun ini, yang akan dibiayai terutama melalui penerbitan utang.
Pada 2024 Arab Saudi tercatat sebagai negara berkembang dengan penerbitan utang dolar terbesar. Meski demikian, IMF menilai bahwa negara tersebut masih memiliki ruang untuk terus melakukan ekspansi pembiayaan.
Rasio utang bersih Arab Saudi terhadap PDB hanya sekitar 17%, menjadikannya salah satu negara dengan tingkat utang terendah secara global.