Bisnis.com, JAKARTA — Polemik kepemilikan 4 pulau antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut) sudah sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara itu turun tangan untuk mengakhiri polemik tersebut.
Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad dan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.
Dasco menyebut keputusan Prabowo akan dilakukan pada minggu ini, meski dirinya tak menyebut kapan hari pastinya. Sementara, Hasan mengatakan yang jelas Prabowo akan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres).
“Yang jelas keputusan presiden nanti harus diterima oleh semua pihak ya. Bentuknya tentu dalam peraturan-peraturan yang mengikat soal batas wilayah. Jadi bukan Inpres, bukan Perpres, tapi peraturan yang mengikat soal batas wilayah,” ujarnya kepada media di Gedung Kwarnas, Senin (16/6/2025).
Adapun, polemik 4 pulau ini mengemuka saat munculnya Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Kepmendagri yang ditetapkan pada 25 April lalu itu sekaligus mengukuhkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek sebagai wilayah Sumut.
Baca Juga
Kronologi Penetapan Status 4 Pulau
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA dalam rilis pers Puspen Kemendagri (11/6/2025) mengatakan, penetapan status administrasi Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang telah melalui proses verifikasi sejak tahun 2008 oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Hasil verifikasi saat itu menunjukkan bahwa ada 213 pulau di Sumatra Utara, termasuk keempat pulau yang menjadi sengketa. Hal ini dikonfirmasi oleh Gubernur Sumut saat itu melalui surat bernomor 125/8199 tertanggal 23 Oktober 2009.
Bersamaan, verifikasi juga dilakukan pada tahun 2008 di Provinsi Aceh yang menunjukkan bahwa negeri ‘Serambi Mekah’ tersebut memiliki 260 pulau. Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek tidak termasuk. Hasil verifikasi ini dikonfirmasi oleh Gubernur Aceh melalui surat bernomor 125/63033 tertanggal 4 November 2009.
Hingga akhirnya pada 2017, Kemendagri menetapkan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Provinsi Sumut yang ditegaskan melalui Surat Dirjen Bina Adwil Kemendagri Nomor 125/8177/BAK tertanggal 8 Desember 2017.
Pada 2020, kata dia, Kemendagri bersama Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), KKP, Pushidrosal, BIG, LAPAN, dan Direktorat Topografi TNI AD menggelar rapat. Hasil rapat menyepakati bahwa status empat pulau tersebut berada dalam cakupan wilayah Provinsi Sumut.
“Kepmendagri 2022 itu kemudian diulang dengan Kepmendagri yang dikeluarkan pada April 2025 dengan isi yang sama,” ujar Safrizal.
Gimana Kondisi 4 Pulau Tersebut?
Bila menelisik melalui google maps dengan tampilan satelit, terlihat keempat pulau itu tidak menunjukkan adanya tanda-tanda permukiman.
Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek dipenuhi oleh vegetasi sehingga membuat ketiga pulau itu dipenuhi oleh hutan. Lain halnya dengan Pulau Lipan yang hanya terlihat pasir putih.
Sementara itu, untuk luasnya Pulau Panjang sebesar 47,8 hektare dan jaraknya 2,4 kilometer dari daratan utama Kabupaten Tapanuli Tengah. Pulau Lipan sebesar 0,38 hektare dengan jarak 1,5 kilometer dari Tapanuli Tengah.
Kemudian, Pulau Mangkir Gadang seluas 8,16 hektare dan jaraknya 1,9 kilometer dari Tapanuli Tengah. Pulau Mangkir Ketek seluas 6,15 hektare dengan jarak 1,3 km dari Tapanuli Tengah.
Dalam catatan Bisnis, menariknya muncul dugaan bahwa kawasan perairan di keempat pulau sengketa itu kaya dengan sumber daya minyak dan gas (migas). Anggota DPR, Muslim Ayub, misalnya, bahkan mengaitkan keputusan pusat itu dengan cadangan migas dan rencana investasi Uni Emirat Arab.
Soal rencana investasi UEA ke Aceh Singkil pernah disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan kurang lebih 4 tahun lalu. Saat itu, demikian Antara melaporkan, masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Luhut mengatakan bahwa investasi yang akan masuk berasal dari UEA yang menggandeng China. Hanya saja konteks pernyataan Luhut pada waktu itu adalah investasi yang dipusatkan di Pulau Banyak.